Indovoices.com –Pemerintah bersama Bank Indonesia telah menyepakati skema berbagi beban utang atau burden sharing, untuk penanganan virus corona dan pemulihan ekonomi nasional. Skema burden sharing ini hanya berlaku untuk pembiayaan APBN 2020.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, langkah tak biasa tersebut dilakukan karena situasi cukup menekan kondisi pasar keuangan domestik maupun market secara global.
“Saya tekankan, langkah ini diambil BI dan pemerintah akibat kondisi yang sangat extraordinary karena adanya COVID-19,” kata Sri Mulyani dalam video conference skema burden sharing.
Menurut dia, kebijakan tersebut juga dilakukan beberapa negara lainnya, seperti India, Korea Selatan, Meksiko, Amerika Serikat, dan Jepang.
“Mulai Chili, Kolobo, Hungaria, India, Korea, Meksiko, Polandia, Rumania, Filipina, Afrika Selatan, Thailand, dan Turki, itu adalah negara emerging market yang juga melakukan apa yang disebut burden sharing atau bank sentralnya membeli bonds dari pemerintah secara langsung,” jelasnya.
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menuturkan, skema burden sharing akan tetap dilakukan secara hati-hati. Kebijakan ini dinilai bisa mengatasi permasalahan pembiayaan secara cepat.
“Ini menunjukkan semakin eratnya koordinasi, kami melaporkan ke Komisi XI ini satu bentuk dari sinergi yang yang sangat erat, secara cepat dapat mengatasi permasalahan yang ada,” kata Perry.
Meski demikian, pemerintah tetap diingatkan menjaga profil utang, khususnya yang jatuh tempo dalam waktu dekat. Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Gerindra, Kamrussamad, meminta pemerintah memiliki timeline yang tepat terhadap utang agar tetap terkendali.
“Kami tadi rapat menyetujui konsep SKB (Surat Keputusan Bersama) BI dan Menkeu dalam konsep pendanaan dan burden sharing. Tapi kami mengingatkan pemerintah agar memiliki strategi pengelolaan utang, utamanya menyangkut profil jatuh tempo, utang harus dipastikan memiliki timeline yang terkendali,” kata dia.
Kamrussamad juga meminta pemerintah maupun Bank Indonesia tetap menjaga independensi masing-masing. Tak hanya itu, otoritas moneter juga diminta tetap memperhatikan laju inflasi, yang dikhawatirkan akan meningkat sejalan kebijakan tersebut.
“Kami memahami perlunya menjaga independensi BI tetap prudent dengan fokus utama menjaga moneter dan inflasi, tetap bekerja sama dengan pemerintah dalam membuka ruang fiskal yang lebih baik,” tambahnya.
Dalam skema burden sharing, BI akan menanggung seluruhnya pembiayaan sektor publik senilai Rp 397,56 triliun. Dana itu digunakan untuk pemulihan ekonomi akibat virus corona.
Sementara dalam skema kedua, kelompok non-public goods untuk UMKM sebesar Rp 123,46 triliun. Beban bunganya akan ditanggung pemerintah dan BI menggunakan BI reverse repo rate dikurangi 1 persen
Kelompok non-public goods korporasi non UMKM sebesar Rp 53,37 triliun, beban bunganya akan ditanggung pemerintah dan BI menggunakan BI reverse repo rate.
Terakhir, kelompok non-public goods lainnya Rp 329,03 triliun akan ditanggung beban bunganya 100 persen oleh pemerintah dengan mekanisme pasar.(msn)