Indopreneur.id – Airbnb, situs berbagi kamar yang berencana melepas saham perdana di bursa efek (IPO) tahun depan, diketahui memiliki neraca keuangan lebih dari US$ 3 miliar atau setara Rp 42 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$). Hal itu dikemukakan seorang sumber yang mengetahui isi ‘jeroan’ keuangan startup tersebut.
Informasi ini diperoleh CNBC International setelah pada Kamis kemarin (17/10) terungkap laporan yang menunjukkan bahwa perusahaan tersebut masih mencatatkan kerugian dua kali lipat pada kuartal I tahun ini, dari dari periode yang sama tahun lalu.
Dengan demikian, neraca keuangan (dalam hal ini kas) Airbnb yang diungkapkan sumber tersebut setidaknya dapat menenangkan investor. Para investor di AS sempat khawatir Airbnb bakal bernasib sama dengan WeWork yang juga menunda penawaran saham perdana di bursa alias initial public offering (IPO) setelah mendapat tanggapan yang kurang baik dari para investor.
Startup asal AS, WeWork diketahui memang batal melantai di bursa saham AS tahun ini. Sejumlah analis menduga, kondisi yang terjadi pada WeWork seakan menjadi sinyal berakhirnya era perusahaan rintisan rugi dan sering ‘membakar uang’.
Neraca keuangan biasanya berisi kekayaan (termasuk aset dan kas), kewajiban, serta modal di akhir periode akuntansi perusahaan.
Sumber tersebut mengungkapkan, selain US$ 3 miliar pada neraca keuangan mereka yang turun dari posisi sebelumnya sekitar US$$ 3,5 miliar pada akhir Maret, Airbnb ternyata juga tidak pernah mencatatkan pembiayaan kredit hingga US$ 1 miliar.
Airbnb, situ yang menghubungkan pemilik rumah dengan para pelancong, adalah jenis bisnis yang jauh berbeda dari WeWork, yang menyewakan gedung perkantoran besar dan menyewakan ruang.
Namun Airbnb perlu menunjukkan kepada para investor mereka berbeda dengan beberapa startup sebelumnya di mana para investor sudah merogoh kocek dalam untuk membeli saham, misalnya sajam Lyft dan Uber. Publik harus diyakinkan bahwa Airbnb bisa mencatatkan profit
Menurut data yang dikutip CNBC, mengacu data keuangan yang belum dipublikasikan, penjualan dan investasi pemasaran Airbnb naik 58% menjadi US$ 367 juta pada kuartal pertama 2019 secara year on year.
Beban pemasaran diperkirakan berada di atas US$ 1,1 miliar pada tahun 2018. Adapun pendapatan perseroan dilaporkan tumbuh 31% tahun lalu dari tahun sebelumnya menjadi US$ 839 juta, sementara beban naik 47%.
“Kami tidak dapat mengomentari angka-angka tersebut, tetapi 2019 adalah tahun investasi besar dalam mendukung pemilik rumah dan tamu kami [para traveler],” kata pihak Airbnb dalam sebuah pernyataan. (cnbcindonesia)