Indovoices.com-Tahun lalu, sebelum Pemilu di bulan April saya keliling Kawasan Danau Toba. Saya melihat secara dekat gerik-gerak rakyat menjelang perhelatan demokrasi. Saya melihat gesekan-gesekan karena perbedaan pilihan. Dalam beberapa pertemuan ada percakapan-percakapan yang terkesan sombong. Misalnya, seeorang menanyakan saya, siapa yang cocok dipilih ke Kabupaten, Provinsi dan Pusat. Karena ditanya, saya menjelaskan siapa yang menurut saya pas. Menurut saya untuk Kabupaten si A, dengan pertimbangan-pertimbangan. Di Provinsi Si B dengan pertimbangan-pertimbangan. Di Pusat si C dengan berbagai pertimbangan-pertimbangan. Tentu saja untuk Presiden Jokowi. Hampir semua di kawasan Danau Toba pilihannya Jokowi.
Setelah saya jelaskan, rekan yang menanyakan itu mengatakan, mana mungkin si A?, aku tahu kali dia itu. Kujamin, tidak mungkin. Aku tau dia dan isi dompetnya. Si B juga tidak mungkin. Tidak bisa dia itu melawan si X, Y, Z. Kalau si C dia akan menang, tetapi partainya tidak lolos Parlemen Treshold (PT).
Kini, semua yang saya sebut benar. Bahkan si A menjadi salah satu pimpinan DPRD, si B anggota dan Si C juga pimpinan Komisi.
Di berbagai tempat juga demikian. Realitanya, yang disebut tidak mungkin ada yang pimpinan fraksi dan berbagai jabatan didudukinya.
Dari pembicaraan itu, saya ingat guru saya yang sering menekan muridnya. Ketika saya SMA, guru kami menyuruh kami menulis cita-cita. Teman saya menulis cita-citanya jadi pilot. Guru itu mengatakan, ” sian leakmu ma gabe pilot?” ( dari tampangmu jadi pilot?). Karena guru menekan, kami paling takut ditanya cita-cita. Karena, apapun cita-cita kita, guru menekan.
Karena pengalaman itulah, saya senang sekali ketika Prof. Adler Haymans Manurung, Prof. Posman Manurung dan fisikawan Marianna Magdalena Radjawane yang juga lulusan astronomi ITB bersedia berinteraksi langsung dengan guru di Tobasa. Demikian juga para doktor-doktor yang berulangkali membawa timnya memperoleh medali emas di Olimpiade Sains Nasional (OSN) sering mengajar di kawasan Danau Toba.
Selain mereka berpengalaman mengajar, satu hal yang mereka miliki adalah sikap rendah hati. Mereka mengajar dengan hati. Semua dibuat bergembira. Antusias belajar dan menyenangkan menjadi ciri utama.
Guru dan siswa yang mendapat pelajaran, berubah sikap. Kita sepakat belajar itu kegiatan yang amat menyenangkan.
Tadi pagi, saya baca status sahabat saya dokter Tota Manurung. Dalam status itu menulis bahwa dokter lulusan USU itu bermimpi di Habornas ada rumah sakit. Dalam pikiran saya adalah Jadi Pane Asmadi Lubis Jhontoni Tarihoran dan Antoni Antra Pardosi dan sahabat yang lain.
Pertanyaan di benak saya adalah bagaimana kekuatan jaringan kawan-kawan ini?. Kita paham kedekatan mereka dengan birokrat ulung RE Nainggolan dengan jejaringnya. Tobasa memiliki 3 putra terbaiknya duduk di DPR yaitu Martin Manurung, Sihar Sitorus dan Trimedia Panjaitan. Putra Tobasa sangat banyak yang memiliki jejaring untuk membangun Tobasa.
Tobasa itu akan hebat, jika pemimpin di Tobasa mampu mengintegrasikan kekuatan yang dimiliki Tobasa. Dalam catatan saya, putra Tobasa itu semua ingin membangun Tobasa. Hanya, dibutuhkan pemimpin yang kapabel dan berintegritas. Masyarakat Tobasa butuh pemimpin yang bisa dipercaya. Dengan demikian, kita bahu membahu demi kemajuan Tobasa. Kelemahan kita adalah saling menekan bukan saling menguatkan. Baik dalam komunikasi dan kehidupan seharihari.
#gurmanpunyacerita