Indovoices.com –Indonesia lebih fokus dengan penanganan tes masif ketimbang tes massal dalam penanganan wabah virus korona (covid-19). Hal ini merupakan arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Sekarang pemeriksaan (spesimen) sudah 20 ribu lebih. Sebenernya arahan Presiden bahwa kita harus melakukan pengetesan secara masif. Ini yang harus kita bedakan, tes masif dengan tes massal,” kata juru bicara pemerintah untuk penanganan virus korona Achmad Yurianto di Gedung Graha BNPB, Jakarta Timur.
Yuri mengatakan tes masif merupakan pelacakan terhadap orang yang melakukan kontak dengan pasien positif covid-19. Hal ini dinilai lebih ampuh menghentikan laju penyebaran virus ketimbang memeriksa banyak orang.
“Jadi semua kasus yang dicurigai dari kontak dekat dengan konfirmasi positif yang dipastikan, harus dilakukan tes dalam rangka untuk mencari dan mengisolasi mereka agar tidak menjadi sumber penularan di komunitasnya. Nah ini masif,” ujar Yuri.
Pemerintah meyakini dalam satu orang ada dua spesimen yang harus diperiksa. Orang itu yang kontak langsung dengan pasien sebelum dirawat.
“Karena kan harus kita yakini. Tidak satu spesimen satu orang, ada satu orang dengan dua spesimen. Misalnya diambil nasofaring dan orofaring, berarti kan itu dua spesimennya, tetapi orangnya satu,” tutur Yuri.
Setelah diperiksa akan dikelompokkan per klaster. Klaster baru akan mudah ditemukan dengan cara seperti ini.
“Nah ini yang kemudian kita laporkan ke WHO. Inilah yang menjadi acuan kontak tracing, dia tertular darimana, dan seterusnya. Kalau kemudian ini adalah kasus lanjutan, kita menunggu kapan dia negatifnya untuk kita rilis kasus yang sembuh,” ujar Yuri.(msn)