Presiden Joko Widodo menghadiri acara penutupan Rembuk Nasional Aktivis 98, di Jakarta International Expo (JIExpo), Kemayoran, Jakarta Pusat, Sabtu sore, 7 Juli 2018. Acara ini dihadiri puluhan ribu aktivis dari seluruh Indonesia.
Dalam sambutannya Presiden mengajak para aktivis dan masyarakat untuk memerangi intoleransi, radikalisme, dan terorisme, sesuai dengan tema yang diangkat para aktivis 98 dalam acara ini.
“Tadi sudah disampaikan rekomendasi dan usulan-usulan, terutama marilah kita bersama-sama merapatkan barisan, menggalang kekuatan untuk melawan intoleransi, melawan radikalisme, dan melawan terorisme. Pekerjaan besar kita untuk membangun kembali aset besar kita yaitu persatuan dan persaudaraan di antara kita sebagai saudara sebangsa dan setanah air,” kata Presiden.
Kaji Usulan Aktivis 98
Sebelumnya, di hadapan Kepala Negara, para aktivis 98 mengusulkan beberapa hal, antara lain usulan pemberian gelar pahlawan nasional untuk korban peristiwa 98 seperti peristiwa Semanggi, Trisakti, Jogja, dan lain-lain. Presiden pun mengatakan akan mengkajinya.
“Mengenai usulan gelar pahlawan nasional untuk korban 98 saya akan tindak lanjuti dengan kajian-kajian sesuai dengan aturan-aturan yang ada. Secepat-cepatnya akan kami sampaikan dan akan kita putuskan,” ujarnya.
Demikian juga dengan usulan lainnya yaitu penepatan tanggal 7 Juli sebagai Hari Bhinneka Tunggal Ika, Presiden mengatakan akan mengkajinya terlebih dahulu.
“Dan juga yang kedua mengenai usulan tanggal 7 Juli sebagai Hari Bhinneka Tunggal Ika juga akan kita kaji juga nantinya akan segera akan kita sampaikan kalau sudah selesai kita putuskan,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Presiden menuturkan bahwa pemberian gelar pahlawan nasional atau bintang jasa bisa menjadi penanda bahwa tahun 1998 adalah tahun terbukanya kebebasan berekspresi dan berpendapat, kebebasan pers, dan masyarakat yang lebih demokratis.
“Saya kira kita harus memiliki sebuah penanda bahwa era itu adalah dimulainya era keterbukaan, era kebebasan di negara kita ini. Kita harapkan dalam jangka yang panjang memberikan sebuah ruang semuanya untuk memberikan kontribusinya kepada bangsa dan negara dan kepada rakyat,” kata Presiden kepada jurnalis selepas turun dari panggung acara.
Ingatkan Kebebasan Terikat Aturan dan Konstitusi
Presiden Joko Widodo mengapresiasi para Aktivis 98 yang telah memperjuangkan kebebasan berekspresi dan berpendapat. Namun demikian, Presiden mengingatkan bahwa kebebasan ini tidak bisa semaunya karena terikat oleh aturan dan konstitusi.
Hal tersebut disampaikan Presiden dalam sambutannya saat menutup acara Rembuk Nasional Aktivis 98 di Hall Tengah, Jakarta International Expo (JIExpo), Kemayoran, Jakarta, Sabtu, 7 Juli 2018.
“Kita harus mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada gerakan aktivis 98 yang pada tahun itu memperjuangkan hadirnya kebebasan berekspresi, berpendapat, dan kebebasan pers di Republik ini. Tetapi sekali lagi kebebasan itu bukan kebebasan yang semau-maunya. Kebebasan itu bukan kebebasan yang sebebas-bebasnya karena kita diikat oleh aturan, kita diikat oleh konstitusi kita,” kata Presiden.
Presiden juga mengingatkan bahwa kebebasan berpendapat ini bukan berarti kebebasan untuk saling mencela, mencemooh, dan mengadu domba saudara sebangsa dan setanah air. Sebab, menurutnya, persatuan dan persaudaraan adalah aset besar bangsa Indonesia.
“Karena aset besar bangsa Indonesia adalah persatuan, aset besar bangsa Indonesia adalah persaudaraan di antara suku-suku, di antara daerah-daerah yang berbeda-beda tradisi, adat, dan bahasa. Inilah yang harus kita sadari bersama,” lanjutnya.
Oleh karena itu, Presiden mengimbau masyarakat dan aktivis yang hadir untuk terus menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Presiden berpesan agar masyarakat jangan terpecah hanya karena perbedaan pilihan politik.
“Marilah kita bersama-sama untuk menjaga persatuan. Silakan berbeda pendapat, berbeda pilihan politik karena yang dibangun oleh gerakan aktivis 98 adalah masyarakat yang demokratis. Silakan beda pilihan untuk calon walikota, bupati, gubernur, presiden silakan. Tetapi ingat bahwa kita adalah saudara sebangsa dan setanah air. Jangan karena berbeda politik, berbeda pilihan politik saling mencela, saling mencemooh, saling menjelekkan. Itu bukan etika dan budaya bangsa kita Indonesia,” imbuhnya.
Tampak hadir mendampingi Presiden, Ketua Dewan Perwakilan Daerah Oesman Sapta Odang dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Video Penutupan Rembuk Nasional Aktivis 98, Jakarta, 7 Juli 2018