Semakin hari akibat rasa percaya diri yang sudah over dosis, menyebabkan banyak orang menjadi lupa diri. Sebegitu parah dan menyedihkan, bahkan ada orang yang merasa berhak mengangkat dirinya menjadi Ekesutor Tuhan.
Menghakmi orang lain, mengkafirkan siapa saja yang tidak seirima dengan jalan pikirannya. Bahkan meng kapling-kapling surga untuk dibagi-bagikan kepada para pengikutnya. Menjatuhkan vonis: ”masuk neraka” kepada orang yang bersebrangan dengan dirinya dan seterusnya .
Virus ini mewabah, bukan hanya di kota-kota besar, bahkan merambah hingga keseluruh pelosok tanah air .Salah seorang yang terkena virus ini adalah Parjo, seorang Petani yang kaya raya.
Kaya Raya Tapi Masih Ingin Memiliki Semua
Parjo, terkenal sebagai orang kaya raya di kampung. Pohon kelapanya berjumlah ratusan batang. Belum terhitung kebun pisang, manggis dan kebun durennya yang sedang panen. Sayangnya Parjo, hanya senang ketika ada uang masuk.
Dan ketika ada uang keluar, karena urusan apapun, walaupun tak seberapa, membuat keningnya berkerut. Baginya, satu satunya kebahagiaan yang terbesar adalah menghitung keuntungan. Setiap hari kerjanya menghitung uang masuk dari hasil penjualan buah kelapa, pisang dan manggis. Ia sangat piawai dalam hal hitung menghitung, mengalikan dan mengkalkulasi keuntungan dari uang masuk, namun ketika harus berbagi, mendadak pikirannya jadi pelupa.
Sambil duduk di bawah pohon kelapanya, Parjo mulai berpikir. Tiap bulan ia memberi upah orang lain untuk memanjat dan memetik buah kelapa yang sudah siap untuk dipanen. Untuk upahnya, ia tidak mau membayar dengan uang, melainkan diganti dengan dua butir buah kelapa. Ia mulai menghitung, dari 100 pohon kelapa ia sudah harus mengeluarkan 100 x 2 butir kelapa = 200 butir kelapa. Kalau dijual, bisa jadi berapa rupiah? Andaikan ia bisa memanjat sendiri, berarti akan hemat 200 butir kelapa dalam setiap 100 pohon kelapa yang panen. Kalau 500 pohon, berarti ia akan menghemat 1000 butir. Yang kalau dijual bisa menjadi pemasukan uang setiap bulannya,
Yes ! Saya Bisa Memanjat Sendiri
Membayangkan bakalan bisa menghemat 1,000 butir kelapa, Parjo jadi bersemangat. Merasa mendapat pencerahan ketika duduk bersamadi di bawah pohon kelapa. Ia memutuskan untuk memanjat dan memetik sendiri seluruh pohon kelapanya.
Maka ia mulai memanjat sebatang pohon kelapa. Tidak ada halangan apa-apa, hingga ia sampai di puncak dan mulai memetik buah kelapa. Pada awalnya semua berjalan lancar dan dalam hati ia berpikir,:”Coba kalau sejak dulu tahu begini, wah saya sudah semakin kaya raya “ Akan tetapi setelah memetik beberapa butir buah kelapa, ia baru merasakan bahwa untuk memetik buah kelapa dengan sebelah tangan memegang pelepah agar tidak jatuh dan sebelah lagi berusaha memelintir kelapa, ternyata tidaklah semudah seperti yang disangkakannya semula.
Namun membayangkan bakalan hemat sekian ribu rupiah, ia jadi semangat. Sudah 10 butir kelapa dipetiknya. Namun pada butir kesebelas, tenaganya sudah terkuras habis sehingga buah yang sudah dipelintir dan putus dari tangkainya, tak mampu dijatuhkannya, karena terselip di antara pelepah pohon.
Rasa Percaya Diri Mulai Luntur
Tangan dan kakinya mulai terasa gemetaran. Keringat dingin sudah mulai merembes dari dahi dan lehernya. Akhirnya ia memutuskan untuk turun. Begitu menengok kebawah, tiba-tiba jantungnya berdegup sangat keras. Ada rasa ngeri menyusup dalam hatinya dan berpikir, seandainya ia jatuh dari ketinggian 12 meter, pasti akan remuk.
Ketakutan yang amat sangat menyebabkan tiba-tiba Parjo ingat untuk berdoa. Padahal, sejak hidupnya membaik, ia sudah tidak lagi ingat berdoa dan sibuk dengan menghitung uang masuk.
“Tuhan, tolong selamatkan saya. Bila saya turun dengan selamat, maka separuh harta saya akan saya bagikan untuk fakir miskin,” ucap Parjo dalam hatinya.
Dan ia mulai beringsut turun. Ia mulai lega, karena berangsur angsur ia sudah tiba di pertengahan pohon. Dan mulai berdoa lagi,:
”Ya Tuhan, terima kasih, sudah selamatkan saya, hingga tinggal setengah pohon lagi. Bila saya selamat tiba di tanah, saya akan membagikan 10 persen dari harta saya,” katanya dengan rasa cerdik diri.
Semakin semangat beringsut turun, hingga akhirnya Parjo tiba dengan selamat di tanah. Ia sangat lega dan berdoa:
”Tuhan, terima kasih sudah menyelamatkan saya. Tadi saya begitu gugup, sehingga saya ngomong ngelantur. Maklum kalau saya sedang gugup saya bisa mengucapkan apapun tanpa sadar, Mohon Tuhan lupakan dan anggap saja, saya tidak berkata apa apa tadi,” katanya kegirangan karena sudah selamat tiba di tanah.
Sebutir Kelapa Menimpa Kepala Parjo
Namun Parjo hanya bisa tersenyum sesaat, memikirkan betapa cerdik dirinya, sehingga Tuhan juga bisa dibohongi. Tiba tiba angin kencang bertiup dan satu buah kelapa yang tadi sudah dipelintir hingga putus, namun tersekat, kini terjatuh. Pas menimpa kepala Parjo. Ia pingsan dan mengalami gegar otak.
Sejak saat itu, setiap hari orang yang berlalu lalang di depan rumahnya, menyaksikan Parjo duduk ketawa-tawa di bawah pohon kelapa dan mereka mengatakan: ”Kasihan ya Parjo sudah gila” Ada juga yang mengatakan: ”itulah upah orang yang rakus“
Kisah ini bisa jadi kejadian sesungguhnya, tapi boleh jadi juga cuma kisah fiktif. Yang penting,ada hikmah yang dapat kita petik, bahwa jangan pernah mempermainkan nama Tuhan
Tjiptadinata Effendi