Ketika Pimpinan KPK Merajuk, Tapi Minta Jokowi Bujuk
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyerahkan mandat pengelolaan lembaga antirasuah itu ke Presiden Joko Widodo.
“Oleh karena itu setelah kami mempertimbangkan situasi yang semakin genting, maka kami pimpinan sebagai penanggung jawab KPK dengan berat hati, kami menyerahkan tanggung jawab pengelolaan KPK ke Bapak Presiden,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo dalam konferensi pers, Jumat 13 September 2019 kemarin.
Tapi belum selesai, ada embel-embelnya. Agus kemudian melanjutkan, pimpinan KPK menunggu tanggapan Presiden apakah mereka masih dipercaya memimpin KPK hingga akhir Desember atau tidak.
“Mudah-mudahan kami diajak Bapak Presiden untuk menjawab kegelisahan ini.”
Demkian yang saya baca dari salah satu media,
Ini perumpamaannya seperti orang yang ingin berhenti dari pekerjaannya, tapi gak berani bilang berhenti, ujung-ujungnya bilang cuti atau istirahat supaya bisa lepas dari tanggung jawab tapi gaji jalan terus.
Dan itulah yang saya lihat dari pernyataan tiga pimpinan KPK di atas.
Setidaknya ada dua hal yang dipermasalahkan oleh KPK dalam beberapa hari ini, yakni soal terpilihnya Irjen Firli Bahuri yang juga merupakan mantan Deputi Penindakan KPK menjadi pimpinan KPK yang baru. Dan revisi UU KPK.
Mari kita bahas yang pertama dulu, soal terpilihnya Irjen Firli Bahuri menjadi pimpinan KPK yang baru. Firli disebut-sebut terbukti melakukan pelanggaran etik berat. Setidaknya ada tiga kejadian kenapa Firli dianggap pelanggaran etik berat.
Yang pertama, KPK mencatat, FIrli bertemu mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat Tuan Guru Bajang (TGB) di NTB pada 12 hingga 13 Mei 2018 lalu.
Lalu yang kedua, KPK mencatat Firli pernah menjemput secara langsung seorang saksi yang akan diperiksa di lobi KPK pada 8 Agustus 2018.
Terakhir, KPK mencatat Firli pernah bertatap muka dengan petinggi partai politik di sebuah hotel di Jakarta pada 1 November 2018.
Terlepas apakah Firli melakukan pelanggaran kode etik atau tidak, sepertinya Firli berhasil menyakinkan anggota dewan, bahkan terpilih dengan aklamasi (suara bulat) menjadi ketua KPK.
Sekarang kita asumsikanlah bahwa Firli memang melakukan pelanggaran berat dan DPR sengaja meloloskannya.
KPK saat ini, memiliki hak untuk melakukan gugatan secara hukum. Bukam cuma KPK, masyarakat yang merasa dirugikan pun dapat menempuh jalur hukum untuk melakukan gugatan berdasarkan Pasal 29 Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Di pasal itu selain mengisyaratkan bahwa pimpinan KPK haruslah tidak pernah melalukan perbuatan tercela, juga mengatur bahwa pimpinan KPK harus cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi, dan memiliki reputasi yang baik.
Lalu kenapa para pimpinan KPK tidak berani atau tidak mau menempuh jalan tersebut?
Demikian juga masalah kedua terkait RUU KPK yang dipermasalahkan karena anggapan akan melemahkan KPK.
Walaupun presiden menyetujui adanya revisi terhadap RUU KPK ini. Namun Jokowi juga menegaskan komitmennya terhadap pemberantasan korupsi melalui KPK. Dia bahkan berjanji akan menjaga KPK agar lebih kuat dibanding lembaga lain dalam pemberantasan korupsi.
Lantas bagaimana kalau janji Jokowi untuk memperkuat KPK saat pelaksanaannya malah melemahkan KPK? Lagi-lagi negara kita telah menyediakan jalur untuk itu. Siapapun boleh menggugat UU yang dianggap merugikan tersebut ke MK.
Soal gugatan terhadap UU KPK ini bukannya tidak pernah terjadi. Setya Novanto sebelumnya pernah menggugat dua pasal di dalam UU KPK ke Mahmakah Konstitusi yakni pasal Pasal 46 ayat 1 dan 2 dan Pasal 12 UU KPK.
Terlepas apakah gugatan itu ditolak atau diterima, hal ini menandakan UU KPK tidak kebal gugatan.
Lagi-lagi kenapa tidak dilakukan oleh pimpinan KPK saat ini?
Apa yang dipertontonkan bagi saya hanyalah sikap ketidakdewasaan Agus Rahardjo sebagai pimpinan KPK saat ini. Di satu sisi, dirinya menyerahkan tanggung jawab KPK ke Jokowi, tapi tidak berani bilang mundur. Namun di sisi lain, ia malah berharap diundang oleh Presiden melalui kalimat, “Mudah-mudahan kami diajak Bapak Presiden untuk menjawab kegelisahan ini.”
Ketiga pimpinan tidak sadar, mereka menuduh Firli melakukan pelanggaran etik. Namun mereka sendiri menyerahkan tanggung jawab tidak mengikuti prosedur, yakni menyampaikannya hanya melalui pengumuman di media massa. Lucunya, para pemimpin lembaga antirasuah ini berharap presiden Jokowi tetap memberikan kepercayaan kepada mereka untuk memimpin KPK hingga Desember 2019.
Akankah sikap kekanak-kanakan Agus Rahardjo ditanggapi oleh Jokowi? Bisa jadi iya, namun bisa jadi juga tidak. Mengingat selama ini orang-orang yang ngemis-ngemis untuk bertemu Jokowi salah satu contohnya Amien Rais, malah dicuekin hingga kini. Sementara yang tidak pernah bermimpi diundang, malah diundang benaran, contohnya para pedagang kaki lima, dan masyarakat umum lainnya.
Untuk membaca tulisan saya lainnya, silahkan klik di sini