Perjalanan panjang seorang pengembara pada akhirnya tiba di sebuah kota kecil nan padat,
Dg manusia2 yg mondar mandir nyaris tanpa senyum.
Beberapa kali dia mencoba menyapa orang2 asing yg bertemu dgnya,
Namun sapa nya hanya dibalas dg tatapan dingin.
Hingga akhirnya,
Dia merasa letih dan meletakkan tubuh lelahnya,
Di pojok sebuah bangunan yg seakan tak terurus.
Dibukanya bekal yg berisi air,
Dan sepotong roti yg nampak mulai mengeras,
Dan digigitnya perlahan.
Tiba2 matanya tertumbuk pada sosok tua,
Yg berjalan tertatih di seberang jalan.
Serta merta pengembara itu meloncat,
Lalu menghampiri sosok tua itu,
Utk mengajaknya sejenak beristirahat.
Sesaat setelah mereka duduk beristirahat,
Bapak tua itu bertanya,
Dari mana dan hendak kemana pengembara itu.
“Aku hanya ingin berjalan mengikuti langkah kakiku, Pak Tua ..
Aku ingin mencari guru utk kehidupanku …”
“Lalu,
Sudahkah kau menemukannya? …”
“Di kota ini sulit, Pak Tua ..
Semua menatap dg sorot mata dingin ..
Tak bersahabat …”
Bapak tua itu tersenyum samar,
Nyaris tak tampak …
Tapi pengembara itu melihatnya …
“Kenapa engkau tersenyum, Pak Tua?
Adakah yg tak kupahami ttg kota ini? ..”
“Panjang cerita nya …
Kota ini dulu adalah kota yg sangat ramah,
Bahkan kepada setiap orang yg datang berkunjung.
Hingga satu saat tiba beberapa orang,
Yg menjual kebencian …
Sejak itu,
Kota ini tak lagi ramah …”
Pemuda itu tertegun,
Terdiam sesaat,
Lalu melanjutkan memakan rotinya dalam diam.
Melihat nya mendadak berubah sikap,
Bapak Tua itu pun menjadi penasaran.
“Hei,
Mengapa mendadak kamu menjadi bisu,
Wahai anak muda? ..”
Anak muda itu tetap diam,
Menghabiskan makanannya,
Membereskan sisa2 remahan roti,
Dan membuangnya ke tempat sampah yg berada tak jauh dari jalan …
Setelahnya,
Dia duduk beringsut di hadapan Bapak Tua itu …
“Kebencian yg dipelihara membuat akal sehat manusia menjadi hilang kewarasannya ….
Kisahku,
Adalah ketika aku pergi meninggalkan kota ku yg jauh,
Karena aku tak ingin memperturutkan rasa benci,
Yg begitu ingin menjeratku …
Orang tua ku mati menjadi korban kebencian banyak orang …
Mereka hidup terasing hingga akhir hayat nya,
Dan aku tak memiliki siapapun di sana ….
Haruskah aku memperturutkan hatiku,
Utk membalas dendam atas kebencian yg ditimpakan kepada orang tuaku?
Yg membuat mereka mati perlahan??
Ataukah aku harus melupakannya,
Dan berusaha bangkit sebagai AKU yg baru?? …
Dan pilihan ku adalah yg terakhir ..
Kukemasi sedikit barang yg kumiliki,
Juga beberapa peninggalan orang tuaku yg menurutku berharga,
Lalu aku pergi jauh ….
Meninggalkan cerita masa lalu,
Dan berusaha melupakan kebencian itu …
Membuangnya di sepanjang perjalanan,
Agar tak lagi meracuni diriku …
Hingga sampailah di sini …
Nyatanya,
Aku bisa belajar satu hal ..
Bahwa aku bisa tersenyum bahkan tertawa,
Sementara mereka yg dg sengaja menyimpan rasa benci di hatinya,
Sulit utk melakukannya …
Seperti penduduk kota ini …”
Bapak tua itu menoleh,
Menepuk2 pundak pengembara itu …
“Aku tak punya rumah bagus,
Namun jika kau berkenan,
Singgahlah di gubukku …”
“Terima kasih, Bapak Tua …
Sepertinya aku memilih utk melanjutkan perjalananku saja. ..
Berada di sini,
Akan mengingatkanku pada masa lalu ..
Aku tak lagi ingin mengingatnya,
Karena aku tak mau meracuni diriku lagi dg kebencian …
Tawaran mu kuhargai,
Terima kasih …
Namun aku akan segera pergi …”
Bapak tua itu terdiam ..
Lama …
Hingga pada akhirnya,
Dia berucap :
“Pergilah,
Jika menurutmu itu yg terbaik.
Kau akan terus bertemu dg mereka yg hatinya dipenuhi kebencian ..
Hindari mereka,
Dan tetaplah menjadi pribadi yg penuh kasih ….
Setidaknya,
Semesta akan merasakan,
Betapa berartinya hadirmu di muka bumi ini …”
(Sudut Depok, jelang Dhuhur 04/01/2020)