Indovoices.com– Kementerian Pertahanan melalui Biro Hukum Setjen Kemhan menyelenggarakan Penyuluhan Hukum UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) bagi pejabat eselon III dan IV di lingkungan Kemhan.
Penyuluhan hukum yang diselenggarakan di Kantor Kemhan, Kamis (18/10), ini dibuka Kepala Biro Hukum Setjen Kemhan Marsma TNI Bambang S Eko, M.Si (Han) dengan maksud guna mewujudkan keharmonisan rumah tangga untuk meningkatkan kinerja pegawai Kemhan.
Diselenggarakannya penyuluhan hukum tentang KDRT ini didasari atas semakin meningkatnya KDRT di lingkungan Kemhan meskipun tidak menambah prosentase. Untuk itu Sekjen dalam sambutannya yang dibacakan Kepala Biro Hukum berharap penyuluhan hukum ini dapat memberi dan menambah wawasan pegawai Kemhan. Jika terjadi perlakuan tidak wajar baik terkait KDRT maupun tindak pidana lainnya, pegawai Kemhan diharapkan memiliki keberanian atau kepedulian untuk melapor (sense of responsif gender).
Ketahanan masyarakat dan negara dimulai dari ketahanan keluarga. Keluarga yang utuh dan harmonis akan turut menciptakan kehidupan bermasyarakat yang pada akhirnya akan berdampak pada ketahanan nasional. Melalui penyuluhan hukum seperti ini, pemerintah berupaya untuk mendorong agar keluarga di Indonesia bebas dari kekerasan dalam rumah tangga.
Kemhan bertanggungjawab dalam membina pegawainya agar menjadi pegawai yang memiliki integritas tinggi, etika, akhlak mulia, taat hukum dan bertangungjawab atas pekerjaaannya.
Hadir sebagai pembicara pertama yaitu Kabag Hukum Deputi Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) Ibu Dra. Emiarti, M.H yang membahas, “Perempuan dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).”
Dikatakan bahwa ada beberapa jenis kekerasan yaitu kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan penelantaran/ekonomi. Semua bentuk kekerasan tersebut merupakan pelanggaran HAM dan bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 Pasal 28G ayat 1, 2.
Sementara itu Pembicara kedua yaitu Komisioner Komnas Perempuan Sri Nurherwati mengangkat KDRT Sebagai Bentuk Kekerasan Berbasis Gender Kekerasan Terhadap Perempuan. Dalam penjelasannya dikatakan bahwa korban berhak melaporkan KDRT kepada kepolisian di TKP atau tempat korban berada baik secara langsung, membeikankuasa kepada orang lain atau kepada keluarga. (ERA/RAF)