Saya terkejut sekali sekali. Beredar secara terbatas informasi tentang skenario buruk yang disusun terkait dengan kasus Setya Novanto. Banyaknya pihak yang terlibat dengan kepentingan itu membuat saya membatasi untuk mencermati informasi yang masuk. Salah satu hal yang mungkin masuk akal adalah tentang skenario terbaru perang kepentingan antara para mafia dengan kepentingan di jalan benar. Saya coba tuliskan dengan analisa saya.
Dengan mencermati seluruh peristiwa sejak penangkapan palsu oleh KPK di kediaman Setnov, saya melihat adanya upaya yang sengaja untuk melepaskan Setya Novanto. Tujuan melepaskan Setya Novanto ini adalah adanya tekanan baik terhadap Setnov, KPK, maupun pihak yang terpojok dan akan sangat dirugikan jika dia benar bersaksi di pengadilan.
Informasi awal tentang bukti-bukti yang dimiliki oleh KPK pun dipastikan lebih lengkap. Peta aliran dana yang bukan hanya dari PPATK pun telah dimiliki. Selain itu, KPK pun memiliki bukti baru berupa rekaman-rekaman dan kesaksian baru yang dapat dipastikan akan mengakhiri sisa waktu hidup Setya Novanto di dalam bui. Bahkan disebutkan pula hukuman yang akan dijatuhkan oleh KPK akan berat, hukumannya setingkat dengan Muhammad Nazaruddin, kalau perlu seberat Akil Mochtar atau Luthfi Hasan Ishaaq.
Sedemikian seriusnya informasi itu beredar sehingga Jusuf Kalla, Yorrys Raweyai dan organ pemuda di Partai Golkar ikut bersuara ingin mendongkel ketua umum Partai Golkar secepatnya. Dari situ informasi liar kembali melebar. Kini semua menyampaikan pendapat yang praktis mengakhiri Setya Novanto.
Kini, kasus E-KTP atau KTP-E Setya Novanto tidak menjadi penting. Yang penting sekarang adalah sekitar dukungan Golkar kepada Jokowi. Lalu siapa yang akan menguasainya. Sudah beredar nama-nama yang akan mengambil alih Golkar. Ada Airlangga Hartarto, muncul pula nama Aburizal Bakrie, lalu yang tak kalah muncul Nurdin Halid. Dari kubu Jusuf Kalla muncul Erwin Aksa dan Aksa Mahmud. Tak kurang pula perebutan kekuasaan ini semakin panjang. Berbagai nama muncul ke permukaan.
Terkait dengan Setnov sendiri, sesuai dengan spekulasi yang beredar, dia akan beristirahat dengan tenang. Atau dia akan menunggu sambil tiduran di rumah sakit sambil Cepi mengolah praperadilan. Jika kalah maka, istirahatnya diperpanjang sampai 40 hari, yakni perpanjangan masa tahanan dua kali. Ini artinya KPK bertindak bodoh yakni menahan orang sakit tanpa bisa memeriksa. Artinya adalah KPK kecolongan.
Skenario lebih parah lagi yang saya dengar malah muncul lebih parah. Setya Novanto tidak akan bisa memberikan kesaksian karena alasan dia tidak ingat – hasil kepentok mobil Fortuner meskipun dia duduk di tengah karena menghantam lembut tiang listrik. (Ini sama dengan cara Pak Harto yang menggunakan kesaksian palsu rekam medis untuk agar tidak bisa diadili. Fakta tentang aksi tipu menipu oleh Pak Harto adalah foto-foto pertemuan antara Fadli Zon dengannya. Dalam foto itu tampak Pak Harto sehat wal afiat.)
Malahan bisa jadi ia akan dikirimkan ke Singapura atas dasar alasan medis para dokter di RSCM. Di Singapura ia akan sehat dan bangun dari pura-pura sakit dan tidak ingat. Lalu bergabung dengan Muhammad Reza Chalid dan Djoko S Tjandra koleganya di PT Era Giat Prima (EGP).
Sementara itu Golkar beralih kepemimpinan antara Ade Komaruddin, Ical, Yorrys Raweyai, Agung Laksono, atau bahkan Ical Abu Jundal, eh Abu Rizal Bakrie. Atau lainnya dengan peran salah satunya Luhut Binsar Pandjaitan dan kelompok Jusuf Kalla.
Jadi menurut saya, pandangan saya berdasarkan informasi terbatas saya, kasus E-KTP akan hilang ditelan bumi justru dimulai lewat Setya Novanto ini. KPK akan gagal menyeret Setya Novanto, dan puluhan yang disebut terlibat E-KTP akan bebas pula. KPK hanya menjadi tumbal para koruptor dan politikus. Ikuti terus ulasan Abu Jundal agar paham politik.