Dulu, saat kibaran bendera kejayaan ada padamu, pengikut beragam makhluk. Cacing pita, kecoa, kera bahkan badut berdandan layaknya naga ada beberapa. Kemanapun kaki melangkah, mereka ada di sampingmu. Mereka yg berlagak bodyguard. Padahal mereka lah yg sesungguhnya berlindung di balik ketiak, nama besar dan tingginya benderamu.
Itu semua belumlah seberapa dibanding pengaruhmu yg terlanjur menyebar ke jalan duit yang tersebar, beredar di tanah perdikan kaplingan yang kamu anggap warisan. Dirimu salah satu pewaris luasan lahan, sumber daya alam, sistem, juga sumber daya manusia di jaringan yang terbentuk sedari awal.
Konon seorang presiden negara adidaya ikutan menggelarimu sebagai “manusia sakti kebal segala macam senjata dari daratan tropis.” Permainan akrobatmu yang dipertontonkan lebih dua dekade ini memang fenomenal dalam tanda kutip. Para pemujamu menyebutnya “from zero to hero.” Itu sah sah saja.
Lalu muncullah si plonga plongo….
Analisa dan prediksi yang berdasar matangnya pengalaman, jam terbang yang tidak terhitung, interaksi dengan teknologi kelicikan yg tidak menginjak bumi sebagai senjata pamungkasmu selama ini ternyata kandas di hadapan si plonga plongo. Tumpul. Mandul. Bargaining dukungan yang kamu anggap kartu truff pun gondal gandul.
Segenap mantra yang kamu rapal nyata terpental. Ilmu & ajian yang kamu terapkan malah bikin dirimu mangap mangap sendirian. Gerakan terakhirmu yang memunculkan bakpao berbahan logam itu bukti dan prestasi tersendiri. bukti kecil dari sakti mandragunamu. Tapi tetap saja dirimu terjerembab jatuh.
Si plonga plongo yang kamu hina dulu, si koppig itu!
Sekrop,…
Tahukah kamu siapa dia sebenarnya?
Sudahlah. Tidak enak bila ku jelaskan terbuka tentang dia. Ntar kawan-kawanmu yang kini meninggalkanmu jadi ketakutan. Kawan2mu lagi berpesta pora. Ada yang pamer mobil mewah, juga permainan memanggil arwah. Menikmati dinamika seraya mentertawakan nasib naas mu tentunya, hehehe…
Iya. Mereka kawan kawanmu. Mereka yang dulu membaiat diri sebagai pengikutmu. Taat berhala kekuasaan. Mereka yang berlindung di balik ketiakmu. Mereka kini mentertawakan mu….
Iya! Mereka mentertawakan naasmu!
Sekrop, pertaruhan dlm permainanmu sungguh luar biasa besar. Nasib ratusan juta rakyat seantero negeri sudah kalah di kartumu.
Pertaruhan terakhir detik ini adalah nasib anak-anak dan bini (bini) mu sendiri. Nasib darah dagingmu. Selama ini bagimu manusia dan kemanusiaan hanya mainan. Dagangan. Kini, ada darah dagingmu yg dalam kemasan display daganganmu.
Sekrop… Andai aku boleh beri saran..
Lakukan tanggungjawab tertinggi sebagai seorang ayah, Kumpulkan nyali ayam sayurmu menuju keberanian tertinggi, Menyadari kesalahan dan telan sianida lewat secangkir kopi….
Hanya itu “kehormatan yang tersisa” sebagai bukti downpayment ke keturunanmu. Sisa pembayaran? tidak perlu dipertanyakan kawan. Kamu tetap punya hutang ke seluruh anak negeri.