Indovoices.com– Setelah melakukan penyidikan selama kurang lebih dua tahun, KPK menemukan fakta-fakta baru yang membuat skala penanganan perkara di PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk ini menjadi jauh lebih besar dari konstruksi awal.
Selama proses penyidikan, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk kemudian menetapkan tiga orang tersangka dalam dua perkara berbeda. KPK menetapkan ESA (Direktur Utama PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk periode 2005 – 2014) dan SS (Beneficial Owner Connaught International Pte. Ltd.) sebagai tersangka untuk perkara Tindak Pidana Pencucian Uang. KPK juga menetapkan HDS (Direktur Teknik PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk 2007-2012) sebagai tersangka untuk TPK Suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Tersangka ESA dan SS diduga melanggar pasal 3 atau pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sedangkan, tersangka HDS diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo. Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Selama ESA menjadi Direktur Utama dan HDS sebagai Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada, PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk, mereka melakukan kontrak pembelian dengan empat pabrikan pesawat pada 2008-2013 dengan nilai miliaran USD, yakni: Kontrak pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan perusahaan Rolls Royce, kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S, kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR), dan kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.
Selaku konsultan bisnis/komersial dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR, tersangka SS diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut. Selain itu, tersangka SS juga diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier. Pembayaran komisi diduga terkait dengan keberhasilan tersangka SS dalam membantu tercapainya kontrak antara PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan empat pabrikan tersebut.
SS melakukan pemberian kepada ESA dan HDS dalam bentuk uang maupun barang maupun uang yang tersebar di Singapura dan Indonesia.
Dalam penanganan kasus ini, selain bekerjasama dengan berbagai pihak di dalam negeri, KPK juga bekerjasama dengan beberapa institusi penegak hukum yang ada di luar negeri, khususnya dengan CPIB Singapura dan SFO Inggris.
Untuk memaksimalkan pengembalian ke negara, KPK saat ini melakukan pelacakan asset seluruh uang suap beserta turunannya yang diduga telah diterima dan digunakan oleh tersangka ESA dan tersangka HDS baik yang berada di Indonesia maupun di luar negeri. Sejauh ini KPK telah berhasil melakukan penyitaan atas 1 unit rumah yang beralamat di Pondok Indah, Jakarta. Selain itu, otoritas penegak hukum di Singapura juga telah mengamankan 1 unit apartemen milik ESA dan melakukan pemblokiran atas beberapa rekening bank di Singapura.
Dalam pengembangan kasus ini, diduga ada keterlibatan beberapa pabrikan asing yang perusahaan induknya ada di negara yang berbeda-beda, untuk itu KPK membuka peluang kerja sama dengan otoritas penegak hukum dari negara-negara tersebut terkait dengan penanganan perkara ini.
Untuk kepentingan penyidikan, selanjutnya ESA dan SS ditahan selama 20 hari ke depan di Rumah Tahanan Kelas I Jakarta Timur Cabang Rutan KPK. (kpk)