Membaca tulisan teman saya, banyak hal yang saya dapat. Entah itu dari segi penjabaran agama, fiksi dan sumber lainya.
Di sini kita perlu hati-hati dalam mengartikan sebuah arti kata, sebab akan berbeda artinya jika kita serampangan saja mencari sumbernya, Seperti tweet dari CNN yang mentweet kata QIYAS dalam salah satu beritanya, yang ternyata mempunyai arti yang berbeda dari makna yang sebenarnya. Di berita tersebut, sang wartawan memaknai kata Qiyas sama dengan kata hukuman pancung.
Di sini saya mencoba membahas lagi melalui tulisan saya dengan merangkum semua pendapat teman saya tersebut. Benarkah Qiyas sama dengan Hukuman Pancung? Semoga bermanfaat dan menjadi koreksi bersama.
Berfikir kritis sangat penting sebagai warganet kita harus cerdas dalam membaca berita-berita yang kita baca sebaiknya kita singkapi jangan di terima begitu saja.
Ini isi dari tulisan tersebut dan ada penjelasan lainya
Dear Ihsan Dalimunthe dan Dika Dania Kardi dari CNN Indonesia, ada kesalahan fatal dalam penerjemahan judul berita ini.
Qisas itu bukan “Hukum Pancung”. Qisas itu “keadilan retributif”, “pembalasan dendam”.
Dan nggak harus pancung. Keluarga korban bisa milih metode eksekusinya.
Di sistem Hukum Pidana Islam (Islamic Penal Law), ada beberapa pendekatan dalam menentukan hukuman untuk seorang pelaku kejahatan.
Secara umum, penggolongannya adalah:
1. Hudud (Aristotelian/Rule of Law)
2. Qisas (Law of Nemesis/Retributive)
3. Tazir (Authorized Vigilantism)
Pendekatan Aristotelian, yang dirumuskan oleh Aristoteles, secara umum menyatakan:
“Asas-asas pemerintahan—termasuk penentuan hukum pidana—harus tetap konsisten terlepas dari siapa yang sedang memimpin.”
Ini rangkuman buku ber-rating 3.9-nya
Dalam Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah), Hudud adalah jenis-jenis “kejahatan” yang nggak bisa diotak-atik definisi dan hukumannya.
Hudud dipercaya adalah hak prerogatif Tuhan, soalnya udah tertulis di Qur’an (kitab sucinya Islam) dan Hadith (kumpulan anekdot kehidupan Muhammad).
Secara umum—dan bisa berbeda tergantung tafsiran—Hudud meliputi:
1. Zina (Illegal Sex)
2. Qadzaf (False Zina Accusation)
3. Shurb Al-Khamr (Drinking/Self-Intoxication)
4. Sariqah (Theft)
5. Hirabah (Robbery)
6. Riddah (Apostasy/Murtad/Treason)
7. Bughat (Rebellion/Coup D’état)
Untuk masing-masing kasus (jinayah), sudah ada definisi dan hukuman yang non-negotiable.
Misalnya, untuk pencuri—yang mencuri harta senilai minimal nishab (“monetary value”) tertentu—ya potong tangan.
Untuk pezina beda lagi.
(Catatan: “dihukum sebat” bukan “disuruh merokok“.)
Sekarang tentang “hukum pancung“.
Hal unik dan menarik dari Fiqh Jinayah (Islamic Crime Law) yang membedakannya dengan sebagian besar hukum lain yang berlaku di dunia adalah:
Hukuman untuk PEMBUNUHAN itu TIDAK TERDEFINISI di dalam Hudud (Federal Law), itu masuk ranahnya Qisas.
Di hukum “standar” berbagai belahan dunia, elemen kriminal “Actus Reus” (tindakan dan hasil) serta elemen kriminal “Mens Rea” (niatan) diputuskan oleh “negara”/”hakim”/”KUHP”/”juri”.
Hukuman pun ditentukan oleh “undang-undang”.
Di Qisas, keluarga korban yang menentukan hukuman.
Untuk tindak pidana pembunuhan, seorang pembunuh 100% diadili dan dihukum oleh keluarga, ahli waris, atau wali dari yang terbunuh (WDYT).
Hakim akan bertanya,
“He killed your parents. WDYT?”
WDYT bisa meminta pelaku dihukum mati. Metode eksekusi terserah. Gampangnya, dipancung.
Walaupun secara teoretis WDYT bisa memilih metode eksekusi, pada realitanya pilihan metode eksekusi dibatasi oleh negara—dan mungkin dinamis.
Di Afghanistan, gantung. Di Yaman, rajam atau tembak atau gantung. Di Saudi, pancung. (Saya belum pernah tau suntik-mati atau disetrum.) Qisas tidak hanya berlaku buat pembunuhan. Any definition of physical harm is also included. Cari sendiri definisi dan prosedur lebih lengkapnya.
Namun WDYT juga punya hak untuk meminta denda (diyat), memberi “syarat kelakuan baik” (kaffarat), bahkan sepenuhnya memaafkan pelaku.
Ambil kasus Siti Zainab yang membunuh majikan perempuannya tahun 1998.
Walaupun tiga Hokage—Gus Dur (2000), SBY (2011), dan Jokowi (2015)—memintakan maaf secara resmi untuk Siti Zainab dan menawarkan denda Rp 2 Miliar, keputusan WDYT tetap diutamakan.Siti dipancung tahun 2015.
Ketika seorang pembunuh divonis “qisas“, hakim maupun negara nggak punya hak apa-apa lagi atas penentuan hukumannya.
WDYT-lah yang punya hak penuh.
Mau WDYT minta “blood money” (diyat), “community sentence” (kaffarat), atau minta pelaku dibunuh, negara nggak berhak intervensi.
Jenis penentuan hukuman terakhir, Tazir (Authorized Vigilantism), adalah penyerahan kewenangan seutuhnya kepada [beberapa] individual untuk menyelidiki, menghakimi, dan mengeksekusi [atau memaafkan] pelaku tindak kriminal.
Hak ini biasanya diberikan ke hakim-militer atau raja.
Konsep Tazir itu jadi plot device untuk beberapa kultur pop. Proses “bunuh di tempat” dianggap mempersingkat proses yudisial.
Contoh implementasi Tazir yang terkenal adalah konsep “Judge” di universe-nya Judge Dredd dan konsep “Archadian Judge” di universe-nya Final Fantasy XII.
Poin pentingnya adalah di “Authorized“-nya.
Di “Death Note“, pemerintahan dunia berbentuk Absolute-Monarchical Military Junta (One-Man Lethal-Force Dictatorship).
Light Yagami, walaupun merupakan seorang Vigilante berkekuatan absolut, dia sebenernya nggak punya hak bunuh orang.
Tergantung perumusan sistem tata negara, individu atau kelompok yang diberi hak Tazir bisa punya beragam nama dan struktur.
Di Konoha, ANBU (“Special Assassination and Tactical Squad”) punya hak Tazir.
Di One Piece, Shichibukai punya hak Tazir. Juga, nilai buruannya dihapuskan.
Balik ke penerapan Hudud dan Qisas di Aceh. Berhubung Aceh adalah daerah khusus, hak untuk menentukan pengembangan Aceh ada di tangan masyarakatnya.
Kita bisa ngasih pandangan dan analisis, tapi resolusi konflik tetap di tangan warga Aceh itu sendiri. Dan sah-sah aja kalo mau berargumen menolak sistem Qisas di Aceh. Sah juga kalo, misalnya, kamu sepakat Qisas asal metode eksekusinya dibatasi tembak mati dan suntik mati bukan pancung atau gantung.
Tapi kamu harus ngerti dulu Qisas itu apa…?
Dan Qisas itu bukan “Hukum Pancung”.
Itulah isi dari tulisan nya sdr Deni dan penjelasan-penjelasan nya semoga kita bisa mengoreksi bersama, tentunya kita akan tahu hukum-hukumnya, semoga bermanfaat .
Bersikap bijaklah pada berita-berita sebab banyak info yang bersumber dari berita hoax, kita sebagai generasi muda lebih kritis dan kreatif dan tentunya lebih jeli lagi.
Salam #PermataAyu