Indovoices.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali sosialisasikan Panduan Cegah Korupsi (CEK) untuk dunia usaha. Kali ini fokus pada sektor telekomunikasi yang diselenggarakan pada Kamis (1/8) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Sosialisasi ini merupakan rangkaian pencegahan korupsi di sektor swasta dengan memberikan pembekalan kepada pelaku usaha mengenai panduan pencegahan korupsi di dunia usaha, Good Corporate Governance (GCG) dan regulasi-regulasi terkait tindak pidana korupsi termasuk pertanggungjawaban tindak pidana oleh korporasi.
Hadir memberikan sambutan dalam kegiatan ini adalah Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ahmad M. Ramli.
Menurut Saut, sektor korporasi itu sangat penting bagi perekonomian negara. Penguatan korporasi melalui Program Profesional Berintegritas (Profit) merupakan salah satu upaya KPK dalam pencegahan korupsi.
“Seperti kita tahu, korporasi kerap terjebak pungli, bahkan terlibat suap dalam tindak pidana korupsi yang lebih besar. Karenanya, peran bapak-bapak bisa membantu untuk memberantas korupsi,” katanya.
Sementara itu, Ahmad M. Ramli mengatakan untuk mendorong pertumbuhan investasi sektor transportasi, gudang dan telekomunikasi, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melakukan penyederhanaan regulasi melalui du acara, yakni pengurangan kuantitas dan deregulasi.
“Dari total 42 peraturan menteri, kami sudah mengurangi menjadi tujuh peraturan, harapannya semakin mudah dan tidak repot,” ujar Ramli.
Saat ini, Kominfo memiliki perizinan daring (e-licensing) yang mempermudah proses perizinan, perbandingan ini terlihat dari proses pengajuan izin pos, telekomunikasi, dan penyiaran. Pengajuan izin untuk pos dari 14 hari kerja menjadi satu hari kerja, kemudian untuk telekomunikasi dari 14 hari kerja menjadi satu hari kerja, dan untuk penyiaran dari 60 hari kerja menjadi 14 hari kerja.
Ramli juga mengatakan usaha yang dilakukan saat ini adalah membuat layanan publik, kemudian layanan penuh melalui media daring, persyaratan juga terus dipermudah, dan media informasi untuk pengaduan melalui Pengaduan Terpadu Satu Pintu, e-mail, media sosial dan forum-forum perusahaan.
“Mudah-mudahan ini akan menjadi awal yang baik, semoga teman-teman juga mengimbangi dengan good governance”, kata Ramli.
KPK memandang dunia usaha sebagai salah satu sektor strategis. Dalam praktiknya, masih terdapat anggapan bahwa penyuapan hal yang biasa dilakukan untuk melancarkan proses bisnis. Hal ini terkonfirmasi oleh data penanganan kasus yang ditangani KPK bahwa penyuapan merupakan modus yang paling banyak dilakukan.
Meski tidak berasal dari anggaran negara, pemberian hadiah atau gratifikasi dan suap dikategorikan sebagai korupsi karena sifatnya yang merugikan prinsip keadilan, melanggar kode etik dan hukum pidana bagi kedua belah pihak serta akibatnya merusak iklim kompetisi yang sehat.
Hingga Desember 2018 tercatat bahwa pihak swasta merupakan pelaku tindak korupsi terbanyak kedua yang ditangani KPK yaitu sejumlah 238 orang, setelah anggota DPR/DPRD sejumlah 247 orang.
Selain itu, sudah lima kasus yang KPK tangani melibatkan korporasi, termasuk salah satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Satu dari lima kasus tersebut bahkan sudah inkrah dengan putusan hakim berupa denda Rp700 juta, uang pengganti Rp85 miliar, dan pencabutan hak mengikuti lelang pemerintah selama enam bulan.
Sosialisasi untuk dunia usaha ini merupakan kali ke-5, setelah pada 25 Juli 2019 telah dilakukan sosialisasi serupa untuk sektor infrastruktur.
Peserta yang hadir pun dibekali dasar-dasar pengetahuan tentang Dasar Hukum Tindak Pidana Korupsi dan Perma No.13/2016 yang disampaikan oleh pakar hukum pidana sekaligus mantan hakim, Asep Iwan Iriawan. Sedangkan sosialisasi mengenai Panduan Pencegahan Korupsi untuk dunia usaha dipaparkan oleh Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK, Giri Suprapdiono. (kpk)