Indovoices.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk membahas pelaksanaan rekomendasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC). Pembahasan ini dilakukan dengan menggelar Diskusi Publik Paparan Hasil Review Putaran I dan II UNCAC, Selasa (27/11).
Peninjauan UNCAC putaran II menghasilkan 21 rekomendasi untuk Indonesia. Dari jumlah itu, empat belas di antaranya adalah tentang pencegahan korupsi. Tujuh lainnya tentang pemulihan aset. Salah satu poin rekomendasinya adalah memastikan independensi lembaga antikorupsi. Banyaknya rekomendasi tentang pencegahan, menunjukkan betapa pentingnya fungsi dan peran ini dilakukan dalam pemberantasan korupsi. Di peninjauan putaran II ini, Indonesia ditinjau oleh Yaman dan Ghana.
Tahun 2011, peninjauan putaran I dilakukan oleh Inggris dan Uzbekistan yang menghasilkan 32 rekomendasi yang harus ditindaklanjuti. Rekomendasi ini bukan hanya menyasar pemerintah atau penegak hukum saja. Seluruh pihak yang berperan dalam pemberantasan korupsi harus ikut serta memperbaiki.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan pemenuhan rekomendasi kesepakatan interasional ini adalah tugas semua pihak, terutama Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah. Soalnya, beberapa rekomendasi UNCAC putaran I dan II terkait dengan perubahan undang-undang.
“Kerjasama penegakan hukum, serta harmonisasi peraturan perundang-undangan nasional dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi sesuai dengan konvensi ini perlu diwujudkan,” kata dia dalam Diskusi Publik Paparan Hasil Review Putaran I dan II UNCAC di Gedung Merah Putih KPK, Selasa, 27 November 2018.
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan salah satu sistem pengawasan yang paling penting saat ini adalah pencegahan di daerah.
“Praktik korupsi di daerah sudah jadi fenomena tersendiri, hingga saat ini Indonesia belum punya pengawasan hingga ke daerah,” kata Syarif.
Sejak enam tahun berlalu dari selesainya peninjauan putaran I UNCAC tentang Bab III (Kriminalisasi dan Penegakan Hukum) dan Bab IV (Kerjasama Internasional), Indonesia baru menyelesaikan 8 dari 32 rekomendasi.
Dari 24 rekomendasi yang belum diselesaikan, ada beberapa rekomendasi yang membutuhkan komitmen yang kuat dan upaya supremasi hukum yang berkelanjutan dari pemerintah. Rekomendasi tersebut antara lain, revisi Undang Undang Tindak Pidana Korupsi, UU Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana, Undang Undang Perampasan Aset, Undang Undang Ekstradisi dan Undang Undang Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana.
Kemauan politik dan keterlibatan parlemen yang memegang fungsi legislasi menduduki peran kunci dalam mengimplementasikan pemerintahan antikorupsi dan mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Dalam kaitan dengan tujuan tersebut, wakil rakyat perlu bekerja dalam keselarasan dengan pemerintah di negara-negara pihak UNCAC serta berperan dalam ratifikasi, implementasi, adaptasi ke dalam negeri, serta pemantauan dan pengkajian terhadap UNCAC.
Dalam hal pemenuhan hasil rekomendasi, KPK tidak dapat berjalan sendiri untuk memastikan keterpenuhan target ini. Perlu adanya komitmen, kerjasama, sikap, serta upaya nyata dari pemerintah dan parlemen.
“Tahun 2022, akan ada peninjauan untuk pelaksanaan rekomendasi secara keseluruhan, ini akan memperlihatkan komitmen Indonesia terhadap kesepakatan yang telah diratifikasi,” kata Staf Ahli Kelembagaan, Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Diani Sadiawati.
Diani mengatakan, pelaksanaan rekomendasi UNCAC akan menunjukkan komitmen Indonesia terhadap pencegahan korupsi. Soalnya, kata dia, mencegah tetap lebih baik.
Dunia internasional menyepakati bahwa korupsi adalah kejahatan serius yang dapat bersifat lintas negara, Kesepakatan ini kemudian tertuang dalam inisiatif Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui United Nations Officer on Drugs and Crime (UNODC) untuk melaksanakan sebuah perjanjian internasional United Nations Convention against Corruption (UNCAC) yang ditandatangi Indonesia pada tanggal 18 Desember 2003.
Saat ini, 186 negara termasuk Indonesia telah menjadi Negara Pihak pada UNCAC. Negara Pihak berarti negara tersebut berkomitmen dengan meratifikasi UNCAC ke dalam peraturan domestiknya. Indonesia telah menunjukkan komitmennya kepada Konvensi Anti-Korupsi PBB ini dengan meratifikasi UNCAC melalui UU nomor 7 tahun 2006.
UNCAC meliputi serangkaian panduan bagi negara-negara anggota dalam melaksanakan pemberantasan korupsi, meliputi upaya pencegahan, perumusan jenis-jenis kejahatan yang termasuk korupsi, proses penegakan hukum, ketentuan kerjasama internasional serta mekanisme pemulihan aset terutama yang bersifat lintas negara. Pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam UNCAC secara efektif dapat dianggap sebagai cerminan kuatnya komitmen suatu negara untuk memberantas korupsi, menjalankan tata pemerintahan yang baik dan menegakkan rule of law.