Hari ini saya menerima postingan dari berbagai WAG yang isinya tentang tulisan yang diberi judul “Jokowi Dipastikan Tidak Menang Pilpres 2019“. Itu sebabnya di artikel ini saya berikan judul antitesanya yakni “Jokowi Dipastikan Menang Pilpres 2019, Ini Penjelasannya“.
Inti tulisan yang disampaikan adalah terfokus pada UUD 1945 Pasal 6A Ayat 3 yang berbunyi:
“Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.”
Jadi Dalam pasal tersebut ada 3 syarat dalam
memenangkan Pilpres :
1. Suara lebih dari 50%
2. Memenangkan suara di 1/2 jumlah provinsi (17 Provinsi)
3. Di 17 Provinsi lainnya yang kalah minimal suara 20%
Kemudian tulisan tersebut mengopinikan bahwa alasan Jokowi tidak bisa dilantik atau tidak bisa dianggap menang pilpres dengan asumsi tidak memenuhi 2 dari 3 syarat di atas, yakni hanya menang di 14 Provinsi (point nomor 2), dan ada beberapa daerah (menurut hasil Quick Count) yang Jokowi mendapat dibawah 20% (point nomor 3). Acuan si penulis adalah berdasarkan Survei Quick Count yang dilakukan oleh Indo Barometer
Pertanyaannya adalah apakah benar apa yang ditulis oleh si penulis yang bernama Restu Bumi itu?
Untuk menjawabnya, kita lihat apa saja ayat yang terdapat pada pasal 6A UUD1945 tersebut.
Pasal 6A
Ayat 1
Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
Ayat 2
Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
Ayat 3
Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara disetiap provinsi yang tersebar dilebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
Ayat 4
Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Ayat 5
Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil presiden lebih lanjut diatur dalam undang-undang.
Untuk ayat 1, 2 dan 5, kita abaikan karena tidak terkait pembahasan. Sekarang kita lihat ayat 3. Bila pasal 6 UUD1945 itu hanya terdiri dari satu ayat, yakni ayat 3 saja, maka apa yang disampaikan oleh penulis dapat dikatakan benar. Namun sialnya bagi si Restu Bumi, pasal 6 UUD1945 itu ada 5 ayat dimana ada keterkaitan antara ayat 3 dengan ayat 4.
Dalam ayat 4 dikatakan dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Coba perhatikan yang saya garis tebal, frasa dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua mengandung makna bila pemilu tersebut diikuti oleh LEBIH dari dua pasang calon. Sementara pilpres 2019 ini hanya diikuti oleh dua pasang calon. Artinya ketentuan ayat 3 otomatis tidak berlaku dan pemenangnya adalah yang memperoleh suara terbanyak.
Jadi apa yang ditulis oleh Restu Bumi dapat dikatakan merupakan opini sesat dan keliru. Satu hal nilai positifnya adalah dia mengambil contoh hasil QC Indo Barometer yang artinya secara tidak langsung dia mengakui hasil QC dari Lembaga Survey Indonesia yang memenangkan suara Jokowi-Maruf.
Dan bila penjelasan di atas masih kurang menyakinkan, maka ada satu lagi penjelasan pamungkas yang lebih menyakinkan. Yakni keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan nomor putusan 50/PUU-XII/2014. Yang berbunyi:
“Presiden RI adalah presiden yang memperoleh legitimasi dari rakyat. Dalam hal hanya terdapat 2 pasangan, menurut MK pada tahap pencalonan capres telah mewakili representati semua daerah di Indonesia. Karena capres gabungan dari parpol yang mewakili seluruh penduduk di Indonesia. Artinya jika ada 2 masa pasangan calon yang terpilih adalah pasangan calon suara terbanyak,” seperti yang disampaikan oleh Ketua MK Hamdan Zoelva tahun 2014 yang lalu.
Bagaimana menurut Anda?