Indovoices.com –Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowomengeklaim Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan bisa menyejahterakan nelayan. Aturan itu dinilai terlalu dini untuk disalahkan.
“Kalau ada kesalahan, ya ada kesalahan. Saya tidak menampikan, pasti ada kesalahan. Tapi kalau kita mau berusaha, takut salah, kapan lagi kita mau berusaha?” kata Edhy di Gedung Merah Putih KPK, Senin, 22 Februari 2021.
Edhy mengatakan aturan itu membuat nelayan semakin sejahtera. Bahkan, aturan itu diklaim lebih baik dari aturan menteri sebelumnya.
“Masyarakat penangkapan ikan ada tambahan pekerjaan kalau menangkap lobster, satu orang kalau harganya Rp5 ribu sehari dapat Rp100 ribu, Rp500 ribu pendapatannya,” ujar Edhy.
Aturan baru itu juga diklaim memberikan pemasukan untuk negara. Dia yakin aturan itu bakal memberikan keuntungan besar bagi negara dan masyarakat bila diimplementasikan lebih lama.
“Anda sendiri harus catat, berapa PNBP yang kita peroleh selama tiga bulan itu, ada Rp40 miliar sudah terkumpul bandingkan dengan peraturan yang lama seribu ekor hanya Rp250 rupiah. Di zaman saya satu ekor Rp1.000 minimal, makannya terkumpul uang itu,” tutur dia.
Sebelumnya, Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka bersama enam orang lainnya. Sebanyak enam tersangka diduga menerima suap. Mereka adalah Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri dan Andreau Pribadi Misanta, pengurus PT ACK Siswadi, istri Staf Menteri KP Ainul Faqih, Amiril Mukminin, serta Edhy Prabowo.
Seorang tersangka diduga sebagai pemberi, yakni Direktur PT DPP Suharjito. Edhy diduga menerima Rp3,4 miliar dan US$100ribu dalam korupsi tersebut. Sebagian uang digunakan Edhy Prabowo untuk berbelanja bersama istri, Andreau, dan Safri ke Honolulu, Hawaii.
Diduga, ada monopoli yang dilakukan KKP dalam kasus ini. Sebab ekspor benih lobster hanya bisa dilakukan melalui PT ACK dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor.
Edhy dan lima orang lainnya dijerat Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara itu, Suharjito dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.(msn)