Saya yakin, banyak orang dibuat tercengang dengan dikeluarkannya Surat Penghentian Penyidikan Perkara(SP3) chatt mesum Habib Rizieq Shihab oleh Polda metro Jaya. Walau sudah ada tanda-tandanya, tapi kita masih mengira ini cuma berita hoax, mimpinya tetangga sebelah. Saya sendiri sempat terbengong seharian, sampai bolak-balik baca beritanya dimedia yang bisa dipercaya. Sama seperti SP3 kasus penghinaan Pancasila, berita ini juga asli, bukan karangan, bukan hoax. Faktanya SP3 itu sudah terbit menjelang Idhul Fitri kemarin (detikNews, Sabtu 16 Juni 2018)
Siapa diantara kita yang tahu alasan sebenarnya dibalik keputusan itu? Cuma penyidik Polda Metro Jaya yang tahu, kita cuma bisa mengira-ngira. Jadi, daripada bicara panjang lebar dan berspekulasi tanpa hasil, lebih baik kita biarkan saja moment keriuhan ini berlalu. Buat saya, semua analisa dan opini yang dikeluarkan para pengamat, mulai dari yang jempolan sampai yang amatiran, tidak penting lagi. Keputusan sudah diambil dan tidak mungkin ditarik mundur. Kontroversi yang berseliweran didepan mata, biar saja jadi urusan pihak-pihak yang berwenang. Bukan saya tidak perduli, tapi saya yakin, para pihak yang terkait sudah memikirkan baik-buruknya, untung-ruginya, karena masalah ini (sepertinya) memang sengaja didorong supaya jadi dilema buat pemerintah. Ibarat makan buah simalakama, ada atau tidaknya SP3 itu tetap tidak akan menghentikan serangan dari kaum pendengki, Sang Maha Benar Oposisi (dengan segala fitnahnya)
Jadi, jangan salahkan presiden Jokowi. Walau berkuasa, tidak semua keputusan ada ditangan presiden. Kalau setiap masalah dikaitkan dengan politik, beliau juga tidak bisa menafikan pendapat dari orang disamping kiri-kanannya. Setiap masukan harus jadi pertimbangan. Kalau semua hal ujung-ujungnya Pilpres, kita berpikir yang logis saja; diantara orang-orang yang sangat bernafsu jadi capres, siapa diantara mereka yang lebih baik? Jangan berpikir sambil emosi, pelan-pelan saja. Kalau minta pendapat saya, saya akan pilih pemimpin yang bodynya ngepress tapi tulus kerjanya, yang tampilannya jadi bahan cemo’oh tapi amanah, yang wajahnya pas-pasan tapi santun tutur katanya. Tiga kekurangan dan kelebihan ini ada pada petahana, presiden Jokowi!
Harapan masih panjang, jangan ikut-ikutan GOLPUT. Saya percaya, presiden Jokowi ingin lanjut ke periode kedua bukan karena nafsu berkuasa, tapi semata-mata karena beliau ingin meneruskan Nawacitanya, ingin menuntaskan kerja yang belum selesai. Tapi jangan berharap hasil kerja yang 100% sempurna, karena presiden juga manusia biasa, beliau tentu tidak bisa memuaskan keinginan semua orang. Tapi setidaknya beliau berupaya agar keadilan sosial bisa ikut dirasakan saudara-saudara kita di seluruh Provinsi, terutama di Timur sana. Itu saja. Sederhana, kan?