Indovoices.com -Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly segera menyusun pendapat hukum kepada Presiden untuk mengajukan amnesti bagi terpidana kasus pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Baiq Nuril. Yasonna bersama kuasa hukum Nuril akan berdiskusi dengan sejumlah pakar hukum untuk menyusun pertimbangan hukum sebelum mengajukan amnesti kepada Presiden.
Hal tersebut disampaikan Yasonna, Senin (8/7/2019) sore, usai menerima Nuril di Kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Kedatangan Nuril bertujuan untuk berkonsultasi dengan Yasonna. Nuril didampingi kuasa hukumnya Joko Jumadi dan Widodo, serta anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Rieke Diah Pitaloka.
Menurut Yasonna, ada dua upaya hukum yang bisa ditempuh Nuril, yaitu grasi dan amnesti. Namun, menurut Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi, pemberian grasi dapat diberikan jika minimal masa hukumannya selama 2 tahun. Grasi tidak mungkin diambil Nuril karena ia dihukum 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta.
Oleh sebab itu, langkah hukum yang paling mungkin bisa diambil oleh Nuril hanyalah amnesti. Namun, untuk memastikan, sebelum mengajukan amnesti, Yasonna berniat untuk meminta masukan dan pendapat dari sejumlah pakar hukum malam ini.
Pakar hukum yang diundang Yasonna untuk berdiskusi di antaranya Bivitri Susanti, Gayus Lumbuun, dan Ganjar Laksmana Bonaprapta. Selain mereka, turut diundang pula tim teknologi informasi (TI) dari Kementerian Komunikasi dan Informatika. Tim IT ini dipersiapkan untuk menjelaskan bahwa kasus Nuril dari segi analisis UU ITE tidaklah layak.
“Kami akan mempersiapkan argumentasi yuridisnya mengenai hal ini (pengajuan amnesti),” ujar Yasonna.
Penyusunan pendapat hukum juga didasari atas pertimbangan penerapan hukum progresif. Yasonna menerangkan, amnesti bisa saja langsung ditangani oleh Presiden dari Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg). Tapi agar rapi dan cermat, Yasonna berniat menyiapkan argumentasi yuridis secara baik.
“Amnesti akan diajukan sesegera mungkin. Prosesnya kami berikan pertimbangan hukum, segera malam ini lalu diserahkan ke Mensesneg. Tentu Presiden melalui Mensesneg akan meminta pertimbangan hukum DPR di Komisi III,” tutur Yasonna.
Yasonna menjelaskan, setelah amandemen UU Dasar 1945, Pasal 14 ayat (2) menyebutkan Presiden mempunyai hak prerogatif untuk memberikan amnesti abolisi dengan pertimbangan DPR. Dulu, dalam UU Darurat dijelaskan Presiden dapat memberikan amnesti dengan pertimbangan Mahkamah Agung (MA).
Dengan demikian, kata Yasonna, ada dasar hukum yang lebih tinggi secara konstitusional yang berkaitan dengan kewenangan Presiden sebagai kepala negara untuk memiliki hak prerogatif memberikan amnesti.
Rieke menyampaikan, untuk langkah berikutnya, kuasa hukum Nuril bakal merumuskan penangguhan eksekusi kepada Jaksa Agung. Upaya itu bertujuan agar Nuril tidak ditahan.
Yasonna menyebut kasus yang menimpa Nuril bukanlah kasus kecil dan biasa melainkan menyangkut rasa keadilan bagi perempuan. Menurut Yasonna, jika Nuril tak diberikan kesempatan untuk mengajukan amnesti, akan ada banyak perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual. Mereka bakal takut bersuara karena khawatir sewaktu-waktu bisa dijadikan tersangka.
Dengan bibir bergetar dan nada bicara yang terbata-bata, Nuril menyampaikan rasa terima kasih kepada seluruh pihak yang membantunya selama ini. Ia menyatakan tak akan menyerah dalam mencari keadilan.
“Saya ingin bapak Presiden mengabulkan permohonan amnesti saya. Saya rasa sebagai seorang anak, ke mana lagi selain berlindung kepada bapak,” ujar Nuril. (kompas)