Indovoices.com –Komisi Pemberantsan Korupsi (KPK) telah berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) ihwal penanganan kasus dugaan suap jaksa Pinangki Sirna Malasari dari terpidana kasus Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra. Kedua instasi berembuk mengambil langkah hukum terbaik.
“Kita lakukan supervisi untuk penanganan selanjutnya,” kata Ketua KPK Firli Bahuri di Kompleks Parlemen, Senayan.
Namun, Firli enggan terburu-buru mengambil alih kasus itu. Ia menunggu kinerja Korps Adhyaksa.
“Kalau tidak selesai sesuai Pasal 10 A Undang-Undang KPK (UU Nomor 19 Tahun 2019), bisa kami ambil alih,” jelas dia.
Pasal 10 A UU KPK memberikan peluang Lembaga Antirasuah mengambil alih penyidikan atau penuntutan kasus korupsi dari kepolisian dan kejaksaan. Langkah ini dapat dilakukan bila laporan masyarakat tidak ditindaklanjuti, penanganan kasus tertunda tanpa alasan yang bisa dipertanggungjawabkan, hingga bila kejaksaan ataupun kepolisian sulit menangani kasus.
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin sempat menyampaikan empat permintaan terkait kasus ini. Pertama, Kejagung diminta bersedia mengundang KPK dalam setiap gelar perkara membahas perkembangan hasil penyidikan dan rencana penuntutan.
Kedua, KPK diminta memberikan bantuan ahli dan bukti elektronik berupa hasil sadapan atau rekaman dari provider operator telepon seluler guna memperkuat pembuktian. Boyamin menyebut hanya KPK yang memiliki wewenang memperoleh dan menggunakan hasil sadapan.
“Hasil bantuan KPK terkait hasil sadapan atau rekaman dapat digunakan penyidik Kejagung sebagai alat bukti petunjuk,” ujar Boyamin.
Permintaan ketiga, Kejagung diharap menerima dengan tulus kehadiran KPK dalam menjalankan tugas supervisi dan koordinasi atas penanganan kasus jaksa Pinangki. Boyamin menilai Kejagung sejauh ini masih enggan menanggapi desakan masyarakat untuk melibatkan KPK.
“Keempat, bersedia diambil alih penanganan perkara apabila KPK menghendakinya,” kata Boyamin.(msn)