Tito Sebut Somad Tidak Paham Sejarah
Sama-sama menteri, yang satu menteri agama, sedangkan yang satu lagi menteri dalam negeri.
Yang Menteri Agama, purnawirawan TNI, yang Menteri Dalam Negeri adalah bekas Kapolri. Sikapnya dalam menghadapi persoalan pun bertolak belakang.
Yang menteri agama, Fachrul Razi, garang di awal dengan menyebut dirinya Menteri Semua Agama, tapi faktanya malah tidak bertaji kemudian.
Sebut saja soal perpanjangan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Front Pembela Islam (FPI), walau mengaku sempat tidak ingin memberi rekomendasi perpanjangan izin. Namun dirinya justru menjadi orang yang terdepan memperjuangkan perpanjangan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Demikian juga, yang terbaru, ketika berhadapan dengan masalah larangan merayakan Natal Bersama seperti yang dialami oleh umat Kristen di Kabupaten Dharmasraya dan Sijunjung, Sumatera Barat.
Lagi-lagi Razi yang tidak bertaji, cuci tangan dengan alasan “itu sudah kesepakatan bersama”. Lantas dianggapnya selesai, bukan urusan dia lagi.
Berbeda dengan Razi, Tito jauh lebih cerdas dan tegas.
Soal perpanjangan SKT FPI misalnya, ia dengan tegas mensyaratkan agar FPI merubah AD/ART-nya dulu sebelum berbicara lebih jauh soal perpanjangan.
Kemudian soal larangan merayakan Natal di Dharmasraya, Tito Karnavian mengirim surat ke Bupati Dharmasraya, Sumbar, Sutan Riska Tuanku Kerajaan. Mendagri dalam suratnya meminta Bupati Dharmasraya memastikan toleransi di wilayahnya tetap dijaga.
Selain itu agar kejadian tidak terulang, Kemendagri akan berkoordinasi dengan Polri dan TNI.
“Perlu koordinasi lintas sektoral, antara Kemendagri, Polri dan TNI ini harus bersama-sama,” sambungnya.
Yang terkini adalah keberanian Tito untuk meluruskan pandangan keliru seorang ustad kondang yang doyan haram mengharamkan ini.
Pernyataan Tito ini untuk merespon sebuah ceramah yang viral di media sosial.
“Saya lihat ada viral di media sosial yang untuk diperingati karena itu dibuat oleh orang kafir maka harus bertaubat. Betul enggak? Ada yang nonton?” Tito dalam Peringatan HUT Dharma Wanita Persatuan di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin 23 Desember 2019.
Ternyata video viral yang disampaikan Tito, merupakan potongan ceramah Ustaz Abdul Somad (UAS). Video itu telah diunggah di media sosial Youtube sejak tahun 2017.
Setiap menjelang perayaan Hari Ibu tanggal 22 Desember, video itu dibagikan ulang dan kembali memicu perdebatan.
Dalam video itu, UAS menjawab pertanyaan salah seorang jemaat tentang hukum merayakan Hari Ibu. Ia pun menegaskan perayaan hari itu berhukum haram dan yang merayakannya adalah kafir.
“Bagaimana hukum merayakannya? Orang yang ikut merayakan Hari Ibu, man tasyabbaha bi qaumin, siapa yang ikut tradisi orang kafir, maka kafirlah dia,” kata UAS dalam video tersebut.
Benarkah hari Ibu merupakan tradisi orang kafir?
Tito mengatakan perlu memahami sejarah sebelum menyebut bahwa Hari Ibu merupakan budaya kafir.
“Saya sampaikan kita harus berpikir, memahami sejarah, saya khawatir yang menyampaikan itu enggak memahami sejarah,” kata ucapnya.
Tito menerangkan perayaan Hari Ibu di Indonesia berbeda dengan di negara lain. Di dunia internasional, perayaan Hari Ibu diinspirasi oleh kisah Anna Jarvis yang hendak mengenang ibu kandungnya, Anna Reeves Jarvis.
Anna hendak mengenang jasa ibunya yang menjadi aktivis perawat para tentara dari dua kubu pada perang saudara Amerika Serikat. Perayaan Hari Ibu internasional dilakukan di pertengahan tahun, tergantung negara penyelenggara.
Sementara, kata Tito, perayaan Hari Ibu di Indonesia terinspirasi oleh Kongres Perempuan pertama yang digelar pada 22-25 Desember 1928. Kemudian setelah kemerdekaan, Presiden Sukarno menetapkan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu.
“Faktor kita adalah lebih banyak faktor historis mengenang itu dalam rangka memperkuat spirit peran wanita, baik dalam rumah tangga maupun bangsa dan negara. Kita sekarang lihat hasilnya gemanya luar biasa, Indonesia salah satu negara yang menurut saya peran wanita cukup dominan, meski masih perlu ditingkatkan,” tuturnya.
Jadi tidak salah memang kalau Tito menyebut Somad tidak mengerti sejarah lahirnya hari Ibu di Indonesia. Namun karena mendapat pertanyaan dadakan oleh jemaahnya, tanpa mengecek bagaimana sejarah hari Ibu muncul di Indonesia. Secara spontan agar terlihat so smart, ia pun langsung mengecapnya sebagai tradisi orang kafir.