Meski tergolong film lama, karena sudah dirilis tahun 2008. Film Swing Vote yang bergenre Drama Komedi hasil besutan sutradara Joshua Michael Stern ini, masih sesuai dengan kondisi terkini. Di mana berkembang wacana untuk golput menjelang pilpres 2019 yang tinggal beberapa bulan lagi. Apalagi pemainnya adalah aktor papan atas Hollywood seperti Kevin Costner, Madeline Carroll, Paula Patton, Kelsey Grammer. Dijamin gak malu-maluin deh.
Film ini menceritakan tentang hak suara seorang pria yang diperebutkan antar dua kandidat. Karena perolehan suara kedua kandidat di negara bagian itu imbang secara ajaib (jangan protes ya, namanya juga film). Akhirnya komite pemilihan di New Mexico memutuskan pemungutan suara terakhir. Dan Bud yang diperankan oleh Kevin Costner menjadi satu-satunya peserta karena suaranya belum sempat masuk hitungan akibat kerusakan mesin pemungutan suara.
Bud pun diberi waktu 10 hari guna menyelesaikan tanggung jawabnya memilih. Dengan kata lain, kemenangan salah satu kandidat presiden Amerika Serikat akan ditentukan oleh pilihan Bud Johnson.
Bud sendiri merupakan masyarakat lapisan ekonomi kelas bawah di kotanya merangkap sebagai seorang single parent yang tidak perduli dengan politik. Karena menurut dirinya, tidak peduli siapapun presidennya, hidupnya tidak akan pernah berubah.
Berbanding terbalik dengan pemikiran anaknya, Molly yang digambarkan sebagai seorang gadis cerdas, yang menginginkan perubahan melalui pemilu. Pandangan Molly mewakili cara pandang masyarakat yang meyakini bahwa datang ke TPS mengikuti pemilu, tidak hanya memberikan suara, namun juga merupakan upaya menagih kontrak sosial dengan pemimpin yang kita pilih.
Bud adalah gambaran dari pihak yang apatis dan cenderung untuk golput. Yakni merujuk pada kelompok orang yang tidak menggunakan hak pilihnya. Bud yang awalnya masyarakat biasa mendadak jadi orang penting yang diperebutkan suaranya.
Dalam Film ini, persaingan politik yang lucu dan konyol antara Presiden Andrew Boone (Kelsey Grammer) melawan capres dari Partai Democrats, Donald Greenleaf (Dennis Hopper) untuk mendapatkan suara dari Bud pun tidak terhindarkan. Berbagai cara mereka lakukan, dari memberikan souvenir mahal hingga mengundang pembalap idola Bud, termasuk berusaha menaruh perhatian pada isu-isu yang sekiranya dekat dengan Bud, seperti imigran ilegal dan kebebasan LGBT (Lesbian, Gay, Biseks, dan Transgender).
Sedangkan di sisi lain, Bud menjadi harapan bagi orang-orang yang merasa aspirasinya belum didengar pemerintah. Surat-surat dari mulai keluhan tentang pemanasan global, masalah asuransi kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya dikirimkan oleh warga masyarakat yang berharap agar Bud dapat menjadi penyambung lidah mereka ke para kandidat sebelum menentukan pilihan.
Di sinilah kita dapat melihat bahwa sebagai warga sebuah negara, terlepas apakah merupakan pendukung si A, si B atau golput sekalipun, pada dasarnya individu-individu tersebut memiliki harapan dan impian menuju negara yang lebih baik.
Lantas apakah yang dilakukan oleh kedua kandidat Andrew Boone yang diperankan oleh Kelsey Grammer dan Donald Greenleaf yang diperankan Dennis Hopper, itu salah? Tidak juga menurut saya.
Sebelum kita terlanjur memandang sinis hal-hal yang berbau politik, perlu kita pahami mengenai makna poltik itu sendiri. Politik adalah seni dan ilmu untuk mencapai tujuan atau meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Dan dalam pemilu atau pilpres tentu saja merujuk ke cara-cara yang konstitusional karena berdasarkan hukum yang berlaku di negara tersebut. Sementara yang nonkonstitusional dicontohkan melalui kudeta dan sebagainya.
Jadi pada dasarnya sah-sah saja bila para kandidat berlomba-lomba memberikan janji kepada konstituennya, saling sindir dan saling serang (dalam arti non fisik) pun menjadi tak terhindarkan. Pihak yang diserang juga tidak mungkin berdiam diri, karena bisa dianggap oleh orang awam bahwa serangan atau tudingan dari pihak lawan adalah hal yang benar walaupun faktanya tidak demikian.
Bila diibaratkan sebagai sebuah pertandingan olah raga, katakanlah sepakbola. Saling serang untuk menyarangkan gol sebanyak-banyaknya adalah hal yang lumrah selama dilakukan mengikuti aturan yang sudah ditetapkan. Sekarang tergantung dari kitanya sendiri dalam menyikapi hal tersebut.
Di masa lalu kita tidak akan pernah tahu siapa yang tulus mengabdi pada rakyat, siapa yang tidak. Siapa punya niat bekerja sepenuh hati atau siapa yang punya niat bekerja sepenuh kantongnya saja. Jadi menyoblos, ketika itu ibarat memilih kucing dalam karung. Mana yang teriakannya paling kencang, mana yang jualannya paling menarik hati, yang bisa kita lakukan sebagai warga negara hanya memilih dan berharap. Selesai.
Namun di masa kini, si kucing sudah ada di luar karung. Dengan jaman yang sudah semakin canggih dan data dapat kita cari semudah menggerakkan jempol. Maka informasi-informasi terkait kinerja dan track record masing-masing kandidat, tentu dapat kita peroleh dengan mudah untuk dijadikan perbandingan. Jadi sebenarnya bersikap golput bukanlah solusi. Menjadi golput tidak akan membawa perubahan yang lebih baik bagi bangsa dan negara.
Daripada menjadi orang yang hanya bisa mencibir dan berlindung di balik frasa golput, bukankah lebih baik kita manfaatkan waktu yang tersedia untuk meneliti satu persatu. Apakah calon yang ada memang seburuk yang kita perkirakan? Atau selama ini kita hanya terjebak dalam prasangka-prasangka yang muncul tanpa alasan kuat?.
Walaupun tidak menjamin 100 persen, setidaknya sepak terjang masing-masing kandidat yang terekam melalui jejak digitalnya dapat memberikan gambaran kepada kita. Bila kita masih tidak menyakini kandidat yang ada saat ini adalah yang terbaik dari yang terbaik. Setidaknya dengan pilihan yang kita berikan, dapat mencegah yang terburuk dari yang buruk untuk berkuasa, seperti kutipan Prof. Mahfud MD di bawah ini.
“Kita memilih bukan untuk memilih yang bagus betul, tapi menghindari orang jahat untuk pimpin negara. Oleh sebab itu rakyat harus memilih,” (Mahfud MD)