.:: Saya (Masih) Seorang Indonesia XIV ::.
“Sungai sa’dang di pagi hari,
Matahari yg baru saja terbit di ufuk timur,
Dan kabut yg masih belum ingin pergi …
Tak pernah terpikirkan sebelumnya,
Jika satu saat kakiku dapat menjejak ke sini …
Tana Toraja ..
Ketika adat berdampingan dg keyakinan pada agama,
Ketika pengaruh leluhur terasa masih sangat kental,
Berbalut dg ketaatan utk beribadah kepada Tuhan YME …
Sungguh suatu komposisi yg indah,
Dan aku bersyukur hari
ini punya kesempatan menghirup udara penuh kedamaian di sini …”
(Toraja, Desember 2014)
—————————-
Puisi lawas yg terselip di antara tumpukan2 kertas kerja lama,
Yg kebetulan saya temukan siang ini …
Membawa ingatan saya kembali ke Tana Toraja,
Desember 2014,
Pada saat diselenggarakannya “Lovely December”.
Sebuah perjalanan penuh kenekadan,
Berbekal hanya uang 300ribu rupiah,
Saya naik bis bersama 4orang kawan dari kota Makassar menuju ke Tana Toraja.
Perjalanan darat yg dilakukan pada jam 12malam dengan menempuh jarak 8jam perjalanan,
Bis yg tanpa toilet,
Dan baru berhenti di jam 4pagi sekedar memberi kesempatan penumpang utk buang air dan menikmati kopi panas menjelang waktu Subuh.
Jam 5:30 kami disambut oleh pemandangan indahnya gunung si Nona,
Dan sampai di Tana Toraja jam 6:30 WIT.
Kebetulan salah satu kawan kami punya saudara di sana,
Dan itulah pengalaman pertama saya tinggal di rumah panggung khas Toraja.
Saat sampai,
Lagi2 kami disuguhi oleh Kopi Toraja hasil “sangrai” atau goreng manual,
Dan pisang goreng hasil kebun sendiri.
Selagi kawan2 yg lain beristirahat,
Saya justru berjalan2 ke sekitar rumah,
Menemukan banyak kandang babi sebagai hewan ternak peliharaan warga setempat,
Berdampingan dg kandang kerbau, kambing dan ayam.
Saya juga menemukan sungai Sa’dang,
Yg konon aliran airnya sampai ke kota Makassar,
Tempat saya tinggal saat itu.
————————–
Berbagai pengalaman unik berhasil saya temukan di sana,
Mulai dari menemukan situs peninggalan megalitik,
Yg menunjukkan betapa kepercayaan animisme dan dinamisme masih terasa sangat kental di sana.
Lalu rumah2 adat,
Yg beberapa di antaranya dihias dg kepala kerbau,
Yg konon usianya mampu bertahan hingga ratusan tahun.
Lalu mengikuti Upacara Rambu Solo,
Yaitu upacara “penguburan” mayat yg sebelumnya disimpan hingga setahun tanpa berbau,
Dan (konon) walau sudah meninggal,
Mayat2 itu tetap “bernyawa”.
Menyaksikan “tedong” alias kerbau persembahan,
Yg harganya bisa sampai puluhan bahkan ratusan juta.
Serta berkesempatan melihat langsung kuburan adat,
Yg sudah ada sejak kurang lebih 500 tahun yg lalu.
Disamping tentunya menyaksikan pula upacara pembukaan Lovely December,
Karnaval busana adat,
Pentas tari dan musik,
Dll nya 🙏🙏
——————————-
Hanya 2hari saya berada di sana,
Karena memang ijin kantor waktu itu tidak bisa lama2.
Namun bagi saya,
Sungguh sebuah petualangan yg unik dan berkesan …. ☺☺☺
Di situlah saya benar2 merasakan,
Betapa bernilainya seni, budaya dan adat istiadat,
Yg diwariskan oleh para leluhur,
Kepada para penerusnya.
Mungkin,
Pengalaman saya ini bukan sesuatu yg luar biasa bagi orang lain ..
Tapi bagi saya ini “amazing” sekali …
Saya diajak utk melihat secara langsung,
Bagaimana tradisi dan agama itu dapat hidup berdampingan,
Secara rukun dan damai … 😇😇😇
—————————-
Kemajuan jaman memang terkadang membuat segalanya jadi berubah,
Namun tidak utk merubah kebaikan yg telah diwariskan oleh para pendahulu kita, bukan? … ☺☺
Mengapa kita tidak mencoba hidup rukun seperti yg diajarkan oleh mereka dahulu??
Atau,
Memang EGO kita sudah terlampau tinggi,
Sehingga mengganggap segala yg diwariskan tadi,
Hanya sebuah bentuk ke”kuno”an belaka??? 😉😉
Dan pada akhirnya,
Lagi2 saya hanya ingin berkata :
DAMN,
I LOVE INDONESIA 🇲🇨🇲🇨🇲🇨