Indovoices.com– Persaingan global saat ini masuk dalam ranah digital, termasuk pada sistem pemerintahan. Indonesia, mau tidak mau, juga ikut dalam arus revolusi industri 4.0 tersebut. Setiap Aparatur Sipil Negara (ASN) dipaksa untuk adaptif terhadap teknologi agar kinerja pelayanan lebih cepat, akurat, dan efisien. Digitalisasi birokrasi untuk pelayanan yang optimal, adalah hal yang tak bisa disanggah.
Indonesia berada di peringkat ke-77 dari 119 negara dalam Global Talent Competitiveness Index, dengan nilai 38,04. Untuk memperbaiki indeks tersebut, pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) menerapkan Human Capital Management Strategy menuju Smart ASN 2024.
Deputi bidang SDM Aparatur Kementerian PANRB Setiawan Wangsaatmaja mengatakan, pemerintah memiliki program yang dinamakan 6P, yang masuk dalam Human Capital Management Strategy.
Program 6P itu melingkupi perencanaan; perekrutan dan seleksi; pengembangan kapasitas; penilaian kinerja dan penghargaan; promosi, rotasi, dan karier; serta peningkatan kesejahteraan. “Ini strategi mempersiapkan talenta ASN menghadapi era digital,” ungkap Setiawan.
Optimalisasi strategi 6P adalah jalan utama untuk mencapai birokrasi Indonesia berkelas dunia. Setiawan menekankan, tahun 2019, adalah penutupan sistem merit. Artinya, setiap instansi pemerintah sudah tidak asing dengan sistem ini dan harus benar-benar menerapkan sistem merit dalam setiap seleksi.
Perlu diingat, sistem merit adalah kebijakan dan manajemen SDM aparatur negara yang berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar. Adil dan wajar berarti tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, ataupun kondisi kecacatan.
Menyambut tahun 2020, Indonesia masuk ke dalam Grand Design Pembangunan ASN 2020-2024. Kementerian PANRB gencar memperbaiki kinerja ASN mulai dari tahap rekrutmen yang kini sudah menggunakan sistem digital.
Harapannya, dengan sistem rekrutmen yang berhasil menekan angka kecurangan, pemerintah bisa mendapatkan orang-orang terpilih yang akan menggerakkan sistem pemerintahan Indonesia. Mereka yang terpilih dengan sistem ini, diharapkan bisa menjadi SmartASN 2024 untuk membawa birokrasi Indonesia berkelas dunia.
Setiawan menjelaskan, Smart ASN memiliki profil yang disiapkan untuk menghadapi era disrupsi dan tantangan dunia yang semakin kompleks. Profil Smart ASN meliputi integritas, nasionalisme, profesionalisme, berwawasan global, menguasai IT dan bahasa asing, berjiwa hospitality, berjiwa entrepreneurship, dan memiliki jaringan luas.
“Di tahun 2024, kita ingin mendapatkan anak-anak dengan profil ini (Smart ASN). Dengan itu kita akan mendapat digital talent dan digital leader,” tegas Setiawan.
Smart ASN yang tidak gagap teknologi atau gaptek akan menggiring sistem pemerintahan Indonesia ke birokrasi 4.0, yang tentu beriringan dengan revolusi industri 4.0. Semua jenis layanan publik yang diselenggarakan pemerintah akan berbasis digital dan terintegrasi. Tentu, digitalisasi sistem pemerintahan ini juga diimbangi dengan keamanan siber yang mumpuni.
Setiawan menerangkan, birokrasi 4.0 memiliki empat indikator. Indikator tersebut adalah percepatanan layanan, efisiensi layanan, akurasi layanan, fleksibilitas kerja, dan berdampak sosial.
Dengan fleksibilitas waktu kerja ASN, pekerjaan tidak harus dikerjakan di kantor. Di masa mendatang, beberapa pekerjaan bisa dikerjakan melalui smartphone, yang tentu akan lebih efisien dan memperpendek alur birokrasi. Dalam konteks inilah Setiawan menjelaskan tentang ASN yang dapat bekerja dari rumah yang menjadi perhatian media massa.
“Sistem itu tidak dalam waktu dekat. Perlu sistem dan regulasi yang matang untuk mengatur sistem kerja yang mirip dengan perusahaan startup tersebut. Ada fleksibilitas dalam kerja, kita sedang merencanakan itu. Bisa kerja dari rumah, tinggal nanti kita buat aturannya,” ujar Setiawan.
Ditambahkannya, bahwa dalam ide yang terus dikembangkan tersebut, ASN bisa bekerja di rumah dengan ukuran kinerja yang jelas dan disepakati serta dilakukan secara selektif bagi ASN yang telah terbukti berkinerja baik (sebagai reward atau penghargaan).
“Pengalaman di Australia, ketika hal itu diterapkan, produktivitas pegawai tercatat meningkat,” imbuhnya.
Selanjutnya, Pemerintah juga tengah menggodok sistem manajemen talenta nasional. Dengan manajemen talenta, semua kompetensi ASN setiap individu akan terpetakan. Struktur ideal ASN perlu didukung manajemen talenta nasional yang dikembangkan untuk menempatkan talenta terbaik pada jabatan strategis.
Manajemen talenta institusional dari seluruh instansi diintegrasikan untuk membentuk talent pool nasional, untuk kemudian diselaraskan dengan manajemen talenta korporasi.
“Sehingga memungkinkan mobilisasi talenta lintas sektor, baik publik maupun privat, yang fokus dan prioritas mengungkit pembangunan pusat maupun daerah,” pungkas Setiawan. (jpp)