“Mangan Ora Mangan Kumpul”
(Ketika COVID19 Memaksa Orang Kembali Menghargai Kampungnya)
Kemarin seorang sahabat bercerita kepada saya :
“Teman saya memaksa utk membelikan baju baru utk putrinya saat Lebaran nanti,
Padahal situasi lagi sulit.
Apakah tidak sebaiknya saya melarangnya? …”
“Mungkin dia hanya ingin mengambil hati putrinya,” jawab saya.
“Tapi dia sendiri sedang kesusahan,
Kenapa ndak utk makan saja dulu?? ..”
Pertanyaan sulit,
Dan saya memilih diam tak menjawab,
Karena saya yakin tiap orang punya alasan khusus utk tetap melakukan apa yg dia inginkan.
—————————–
Sampai pagi ini,
Saya kembali ingin membaca buku lawas tulisan Eyang Umar Kayam,
Yg banyak menceritakan ttg kehidupan masyarakat Indonesia sehari2.
Termasuk prinsip :
“MANGAN ORA MANGAN KUMPUL”
Setelah sekian waktu prinsip tersebut dilupakan,
Akhirnya saat ini,
Prinsip itu kembali dipakai lagi .. 😉😉
Dulu,
Orang2 tua di kampung,
Seringkali melarang anaknya merantau di kota,
Apalagi jika belum ada pekerjaan yg pasti.
Saya paham benar,
Karena dibesarkan di lingkungan Jawa,
Dan dulu tetangga saya pun di Bojonegoro,
Ada yg seperti itu.
Orang tuanya sudah sepuh,
Dan si anak memaksa buat pergi ke kota,
Waktu itu ke Jakarta.
Sementara Bapak nya punya ladang,
Yg walau gak terlalu lebar,
Cukuplah utk bisa menghidupi keluarga.
Dan si anak itu “ngeyel”,
Hanya karena liat TV,
Liat gemerlapnya Jakarta,
Dan yakin bakalan sukses di sana.
Walau Ibunya yg sudah sepuh menangis mengiba2,
Dia tetep “kekeuh” pergi juga …
Akhirnya,
Dua tahun kemudian anak itu kembali.
Sukses??
Gak lah,
Wong dia bukan sekedar “mudik” jelang Lebaran,
Tapi beneran “pulang kampung” koq .. 😀😀
Dari ceritanya,
Sempat jadi kuli panggul,
Dagang ayam,
Tukang parkir,
Lalu kerja di pabrik,
Sampai kemudian buka usaha sendiri,
Dan ditipu teman baiknya.
Dan sadarlah dia,
Bahwa Jakarta tidak seindah dalam acara televisi,
Bahwa Jakarta butuh nyali dan tekad yg kuat buat bisa bertahan.
Dan dia kembali menggeluti ladangnya,
Bersama Ayahnya yg tua,
Dan bertahan hingga sekarang,
Finished!! ☺☺☺
———————————-
Sama seperti yg ada di pikiran banyak orang,
Yg mengadu nasib di Jakarta (termasuk saya).
Jakarta itu penuh harapan,
Mau jadi apa aja bisa,
Asal punya niat.
Gengsi kerja di kampung,
Paling cuma jadi petani, peternak,
Gak bisa bergaya macam mereka yg kerja di kota …
Dan kebanyakan,
Berangkat dari kampung tanpa bekal apapun,
Kecuali ijazah dg nilai pas2an,
Dan uang saku secukupnya.
Bisa dapat kerja, artinya kamu bersyukur.
Bisa naik ke jenjang karir yg lumayan tinggi, ya Alhamdulillah.
Bisa mudik dg berbagai oleh2 buat sanak saudara di kampung, berarti kamu sudah jadi orang sukses!! …
Walau kesuksesan itu “semu”,
Karena tak jarang,
Utk bisa bergaya di kampung,
Kudu ngutang sana sini,
Kudu kredit macam2,
Yg penting keliatan WOW dulu!! 😂😂😂
Dan semuanya buyar,
Berantakan dalam sekejap karena kehadiran si COVID19.
Ketika semua perusahaan “terpaksa” menutup usahanya,
Meliburkan bahkan beberapa merumahkan karyawannya.
Ketika deru ekonomi mendadak terhenti,
Semua bisnis “mandeg”,
Bahwa perputaran uang pun ikut tersendat.
Bertahan,
Atau pulang ke kampung,
Dg menebalkan muka menahan malu??? 😕😕😕
Tapi keputusan harus dibuat,
Urusan perut gak bisa lagi ditunda ….
“Pulang malu tak pulang rindu …”
Rindu dg kehidupan yg “adem ayem”,
Rindu dg kesederhanaan yg dulu sering disebut “ndeso” oleh mereka,
Rindu dg kenyamanan kampung yg tidak banyak tuntutan 🙏🙏
Dan ketika akhirnya PSBB mulai berlaku,
Demi utk mencegah penularan si COVID19,
Mulailah mereka “mudik awal”,
“Pulang ke kampung sementara”,
Dg harapan besok saat keadaan kembali normal,
Mereka akan kembali bertarung lagi di kota.
Dg menggerutu,
Sebagian menyalahkan Pemerintah yg dinilai tidak cepat tanggap,
Sebagian lagi sibuk menyesali diri,
Karena “niat ingsun lebaran nang kampung karena pansos”,
Terpaksa ditiadakan 😂😂😂😂😂
Dan biasanya,
Mereka2 ini bukanlah orang2 yg benar2 susah,
Tapi orang2 yg “menganggap dirinya susah”.
Cuma bikin kisruh keadaan saja 😆😆😆
———————————————-
Dan akhirnya,
“Welcome to Kampoeng again!!”
COVID19 mengajarkan kepada semua orang,
Utk tidak meremehkan kampungnya masing2.
Yg konon katanya hanya mencetak petani, peternak dan peladang saja,
Terbukti tetap mampu menghidupi masyarakat,
Daripada yg sok2an teriak pegawai dan pekerja,
Tapi akhirnya cuma jadi pengangguran ..
(Ojo nesu yoo … Mengko ndak posomu batal …)
Akhirnya,
Kita harus akui bahwa apa yg disampaikan oleh para Leluhur kita selalu benar.
MANGAN ORA MANGAN ASAL KUMPUL ..
Jangan pernah meremehkan persaudaraan yg ada di lingkungan kampungmu sendiri,
Karena walau sesulit apapun kondisi yg ada,
Di kampung kita masih punya kesempatan utk tetap hidup,
Ada orang tua yg tetap akan melindungi,
Ada saudara yg bisa diajak berbagi …. 😉😉😉
Hanya hati2,
Jangan sampai pada akhirnya kepulangan kita justru menjadi bencana di kampung,
Ketika tanpa sadar,
Kita jadi sang pembawa virus itu sendiri ….
Kamu gak mau kan,
Jadi “pembunuh” banyak orang di kampung sendiri?? …
Mosok sih,
Urip pisan gawe susah e wong liyan tok??? 😀😀😀
Be Wise!!! 🙏🙏🙏🙏