Indovoices.com-Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menerima kunjungan dari delegasi United States-Association of South East Asian Nations Business Council (US-ABC). Delegasi tersebut dipimpin oleh Senior Vice President dan Regional Managing Director US-ABC Ambassador Michael W. Michalak.
Pertemuan ini bertujuan untuk saling bertukar pandangan mengenai cara-cara meningkatkan hubungan business to government (B2G) yang lebih positif, membuat lingkup aturan yang lebih kompetitif, dan membentuk ekosistem bisnis yang lebih berkualitas di Indonesia. Hal ini sejalan dengan visi Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk memperdalam perdagangan dan investasi antara Indonesia dan partner dagangnya, khususnya Amerika Serikat (AS).
AS merupakan mitra dagang ketiga terbesar untuk Indonesia setelah Tiongkok dan Jepang. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan (2018), nilai perdagangan bilateral antara Indonesia dan AS sebesar US$28,6 miliar, naik 10,42% dari jumlah US$25,9 miliar di 2017. Sementara, investasi langsung (foreign direct investment/FDI) AS di Indonesia senilai US$1.217 juta untuk 572 proyek.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Iskandar Simorangkir yang turut menerima delegasi menerangkan, data itu tak serta-merta merefleksikan potensi sesungguhnya dari kerja sama ekonomi kedua negara. “Jadi, untuk memperluas kerja sama perdagangan, kita harus berfokus pada usaha kolaboratif untuk mencapai nilai perdagangan sebesar US$60 juta dalam jangka waktu lima tahun ke depan, terutama dalam industri komplementer,” katanya.
*Prioritas dan Inisiatif Kemenko Perekonomian*
Untuk periode lima tahun mendatang, Kemenko Perekonomian memang memprioritaskan upaya peningkatan daya saing nasional melalui transformasi ekonomi. Caranya dengan mengubah tatanan perekonomian Indonesia yang tadinya bergantung pada sumber daya alam (SDA) menjadi lebih memajukan industri manufaktur dan jasa.
“Untuk mencapai target tersebut, kami telah memetakan strategi dan langkah prioritas jangka pendek dan menengah dalam perioe 2020-2025. Jangka pendeknya, kami membuat 18 program prioritas yang akan diselesaikan dalam enam bulan ke depan. Quick Wins-nya antara lain Kartu Pra Kerja, Omnibus Law, pengembangan industri petrokimia dan percepatan settlement negosiasi perdagangan,” tutur Iskandar.
Sedangkan untuk jangka menengah selama 5 tahun ke depan, ungkap Iskandar, Kemenko Perekonomian telah mendesain 38 program strategis. Contohnya, implementasi program mandatori B30, akselerasi eskpor dan industrialisasi, perbaikan sistem logistik nasional, penyelesaian sengketa perdagangan bilateral dan multilateral, serta perbaikan iklim dan ekosistem investasi serta kemudahan berusaha (ease of doing business), baik bagi investor lokal maupun asing.
Presiden Jokowi pun secara khusus menginstruksikan kepada Menko Perekonomian untuk fokus dalam meningkatkan ekspor dan investasi. Iskandar pun membeberkan tiga strateginya. Pertama, dengan meluaskan pasar ekspor melalui perjanjian perdagangan dengan mitra dagang semisal Eropa, Afrika, ASEAN dan enam negara lainnya (Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, India, Australia dan Selandia Baru).
Kedua, dengan mengeliminasi regulasi yang berpotensi menghambat masuknya investasi melalui Omnibus Law, guna meningkatkan iklim investasi dan daya saing Indonesia. Inti dari Omnibus Law adalah mengubah mekanisme perizinan bisnis dari Licensed Based Approach menjadi Risk-Based Approach (RBA), sehingga calon investor dapat lebih cepat dalam mendapatkan izin bisnisnya.
Dan, ketiga, mendukung perekonomian melalui reformasi struktural. Pasalnya, di tengah-tengah disrupsi teknologi global dan dan revolusi industri 4.0, Pemerintah Indonesia juga berusaha menciptakan regulasi yang akan menjamin terbentuknya sumber daya manusia (SDM) berkualitas. “Kami akan memastikan bahwa para pekerja dapat meningkatkan keahlian selama masa kerjanya sehingga dapat selalu memperoleh pekerjaan yang bagus,” ujarnya.
Menurut Iskandar, situasi dan kondisi perekonomian Indonesia dan AS dapat saling melengkapi, Hal ini didukung pula oleh volume perdagangan dan investasi yang tinggi antara kedua negara, di samping potensi kerja sama lain yang masih bisa dimaksimalkan. “Maka, kedua negara harus terus meningkatkan kerja sama ekonomi, terutama pada bidang perdagangan (ekspor-impor), investasi, dan teknologi,” pungkasnya.
Turut hadir dalam acara ini: para pejabat dari Kemenko Perekonomian yaitu Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Wahyu Utomo; Plh. Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Netty Muharni; Asisten Deputi Produktivitas Energi Andi Novianto; Asisten Deputi Pengembangan Industri Atong Soekirman; dan Asisten Deputi Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan Chairul Saleh; serta Perwakilan dari beberapa perusahaan AS yang beroperasi di ASEAN, seperti Exxon Mobil, Conoco Phillips, Freeport McMoran, Sisco, Coca-Cola, General Electric, Facebook, Citi, Visa, Paypal, dan lain-lain. (jpp)