
Assalamualaikum Wr Wb
Salam sejahtera untuk kita semua. Tetaplah berpelukan dalam perbedaan, jangan lelah mencintai Indonesia. Jangan jadikan perbedaan sebagai bibit perpecahan tapi jadikan keberagaman sebagai modal kekuatan untuk kita, bahwa dengan Bhineka kita Tunggal Ika. Merdeka.
Salam Kenal saya Yolis Syalala. Ini artikel pertama saya di portal opini indovoices. Semoga bermanfaat.
Selamat hari Guru, baik yang sudah PNS atau yang masih nelangsa dengan status Honorernya. “Talat Bang Yolis Artikelnya” pasti ada pernyataan yang demikian, untuk menghindari fitnah. Saya tegaskan di sini, hal ini sengaja saya lakukan biar terkesan basi, alasannya nanti saya uraikan dengan seksama.
Bangsa ini latah dengan sesuatu. 30 September rame bahas PKI, begitu juga dengan tanggal dan bulan lain yang sakral, tapi semua dapat dipastikan cuma seremonial belaka. “Rame diucapkan minim penerapan” ya begitulah.
Kembali ke Hari Guru 25 November lalu, hampir semua beranda media sosial kita bertemakan Guru, pokoknya guru itu segala-galanya. Bukan hanya Petinggi Republik, masyarakat biasa tukang tipu sekalipun bahas Guru. Luar biasa bangsa ini, salut dan haru saya ketika itu.
Dari Presiden, Menteri, Gubernur, Walikota,Bupati, Birokrat semuanya menyanjung profesi Guru ini. “Oh ya kelupaan satu lagi, Politisi, Baik yang di Senayan (DPR RI) bahkan yang di daerah DPRD juga tak ketinggalan peduli dengan Profesi Guru.
“Apa yang salah? Kan bagus semua peduli Guru!
Yang bilang salah siapa?
Yang jadi perhatian saya itu mereka kemana saja selama ini?
Apa mereka buta?
Apa mereka tuli?
Masa tidak kelihatan kalau Guru Honorer itu ada yang gajinya cuma 150 ribu. Itupun dibayar 3 bulan sekali. Lalu yang ada oknum Senayan meracau tak jelas di media, minta pemerintah mengangkat Guru Honorer jadi PNS. Kemarin kemana saja mereka?
Jangan-jangan itu cuma akal-akalan cari simpati masyarakat agar bisa duduk kembali atau kepentingan Pilkada 2018? Asudahlah biarkan mereka berkembang. Walau dalam hati saya membatin, makan Pil apa politisi ini?
Bukankah Surat Presiden sudah turun untuk pembahasan Revisi UU ASN? Kapan kalian mau membahasnya? jangan pakai alasan Menpan-RB tidak siap atau alasan apapun. Jika Menpan Tak siap, paksa. Begitu caranya jika memang kalian wakil rakyat.
Mengangkat guru honorer jadi PNS itu butuh instrumen, bukan butuh bacotan ga jelas itu . Apa intrumennya? yakni UU ASN. Dan itu hendaknya direvisi agar lebih peduli dengan honorer, bagaimana mau angkat PNS jika dasar hukum pengangkatan tidak ada, “Kalau mau jualan kecap mbok ya kira-kira”
Sodara Honorer sebangsa dan setanah air. Mereka para pejabat itu harusnya tidak buta dan tidak tuli akan derita para Guru Honorer ini, apalagi yang di daerah, bukan hanya miris dengan gaji, saya juga miris akan perjuangan mereka ke tempat mengajar, melewati sungai, mendaki gunung, gaji menghawatirkan.
Sejak Indonesia merdeka mengapa masalah Guru ini belum terselesaikan?
Jawabnya adalah karena pemangku kebijakan kita hanya pandai memanfaatkan Guru Honorer tanpa mau mensejahterakkan mereka. Sebab dengan mempekerjakan Guru Honorer Pemerintah akan hemat biaya sebab gaji mereka murah meriah.
Inilah sebuah jawaban mengapa saya membahas peringatan Hari Guru bukan pada hari H nya, supaya terkesan basi. Sebab saya melihat semua tokoh yang saya sebutkan diatas juga sok peduli dengan Guru honorer itu juga “basi” menurut saya, kemana saja mereka selama ini, dibilang buta tidak, tuli juga tidak. Yang iyanya mereka itu tidak peduli, itu saja menurut saya, itulah “Basi” yang saya maksud.
Apakah saya guru?
Bukan, saya Honorer tapi bukan guru, mengapa saya peduli, sebab lebih dari separuh kawan Honorer saya seluruh Indonesia ini mereka adalah Guru Honorer. Alasan lain mengapa saya terpanggil membahas mereka dalam artikel ini, selain gaji mereka memprihatinkan Guru Honorer juga tidak ada sertifikasi, Mengapa? alasannya klasik. Mereka tidak mengantongi SK Kepala Daerah.
Lucunya walau ada aturan Permendikbud terbaru yang bisa dijadikan landasan penerbitkan SK Kepala Daerah tapi Kepala Daerah ada yang enggan menerbitkan dengan alasan takut melanggar PP 48 Tahun 2005 junto PP 56 Tahun 2012 dan SE MENDAGRI tentang larangan pengangkatan Tenaga Honorer. Alangkah astaganya masalah Guru Honorer ini.
Kesimpulan dan Penutup
Di setiap artikel saya, kawan Honorer selalu komentar “Hidup punya bang Yolis, PNS Harga Mati”
Saya aminkan kalimat “Hidup punya Bang Yolis” sebab jika tak hidup, panjang urusan,haha. Tapi PNS bukan harga mati buat saya. Salah jika katakan saya berjuang selama ini untuk kita PNS.
Tapi dalam setiap hembusan nafas saya, saya selalu katakan. “Merdekakan Honorer 100% atau Matikan 100%”
Mengapa demikian?
Bagi saya “Lebih baik kita dikubur dengan kenyataan dari pada kita dibuai dengan harapan”
Wasalam
Suara Horerer
Yolis Syalala