Indovoices.com-Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) mencatat selama 10 hari penerapan physical distancing karena wabah virus corona, kualitas udara Jakarta masih dalam kategori tidak sehat. Pada periode 16-25 Maret, tercatat udara Jakarta dengan konsentrasi PM 2,5 rata-rata 44,55 ug/m3.
Direktur KPBB, Ahmad Safrudin, mengatakan beberapa faktor menyebabkan belum adanya penurunan secara signifikan dari kualitas udara Ibu Kota. “Adanya exposure yang berasal dari industri di sekitar Jabodetabek yang tetap berproduksi sekalipun terjadi penurunan akibat social/physical distancing, termasuk pabrik semen di kawasan Bogor,” kata dia dalam keterangan tertulisnya.
Penyebab lainnya, kata Safrudin, adalah adanya bahan pencemar udara yang berasal dari pembangkit listrik tenaga batu bara dan pembangkit listrik tenaga diesel yang ada di Pulau Jawa. Terutama, lanjut dia, di seputar Cilegon dan Tangerang.
Sebagian pabrik di DKI Jakarta, di mana 33 persen masih menggunakan bahan bakar batu bara, juga masih beroperasi. “Ada indikasi 7,26% PM2.5 berasal dari pembakaran batu-bara,” kata dia.
Safrudin dan timnya juga mencatat masih adanya kegiatan bongkar muat kapal di wilayah Pantai Utara DKI Jakarta. Terutama Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Batu-bara Marunda.
Diketahui bahwa kapal-kapal tersebut berbahan bakar dengan kadar belerang di atas 10 ribu ppm dan menjadi penyebab pencemaran udara.
Peningkatan kecepatan kendaraan bermotor di wilayah Jabodetabek akibat penurunan kemacetan di jalan raya juga dapat meningkatkan debu jalanan. Menurut Safrudin, potensi paparan debu jalanan itu berkisar antara 30-100 gram/m25, tergantung pada kondisi bersih tidaknya jalan raya dari debu, pasir, tanah, lumpur, atau material lain.
Meski begitu, Safrudin mengatakan ada potensi penurunan pencemaran udara menuju kualitas udara dalam kategori baik dalam 5-10 hari ke depan. Hal itu dapat terjadi bila kebijakan physical distancing terus dijalankan dengan pelarangan total kendaraan penumpang, baik pribadi maupun umum, melintas di Jabodetabek tanpa alasan yang mendesak.
“Maka penurunan pencemaran udara ini akan efektif dan mampu mencapai kualitas udara baik. Kategori yang sangat membantu meringankan risiko bagi penderita terinfeksi Covid-19,” ucap Safrudin. (msn)