Setelah polemik ‘puisi konde’ Sukmawati, akhir-akhir ini masyarakat Indonesia dihebohkan dengan kicauan salah satu host TV-One, M. Agung Izzulhaq.
Presenter acara religi Damai Indonesiaku itu mengatakan salah satu puisi karya Gus Mus sebagai puisi murahan.
Perkataan itu disampaikan melalui kicauannya di akun twitter miliknya, @agungizzulhaq tertanggal 7 April 2018 pukul 10.13 WIB. Izzulhaq mengomentari salah satu bait dari puisi itu yang berbunyi:
“Kau bilang Tuhan sangat dekat, tapi kau memanggilnya dengan pengeras suara setiap saat”
Izzulhaq menuliskan komentarnya sebagai berikut:
Satu lagi puisi murah nan tidak bermutu! Bukankah adzan panggilan untk manusia, bukan untk Tuhan! ..Oh.. Tuhan,banyak sekali mahlukmu yg memilih dungu.
Kicauan tersebut sebenarnya ingin ditujukan kepada salah satu politisi PDI-P, Ganjar Pranowo, yang telah membacakan puisi tersebut dalam acara Rossi, Kompas TV. Namun sayang, penggiringan opini yang dilakukan Izzulhaq ternyata gagal lantaran dia tidak mengetahui bahwa Cagub Jawa Tengah itu hanya sebatas membacakan puisi karya Gus Mus.
Kontan, warga net yang tidak terima Gus Mus dikatakan dungu langsung menyerang akun twitter milik host yang mendukung kelompok MCA itu. Sebagian besar warga net menyayangkan kicauan tersebut. Beberapa bahkan ada yang hendak melaporkan alumni 212 itu kepada polisi.
Mengetahui bahwa kicauannya menimbulkan keresahan, Izzulhaq kemudian meminta maaf dan menghapus tweet kontroversinya itu. Bahkan akun facebook milik sang presenter itu juga sudah dihapus. Diduga, penghapusan beberapa akunnya dilakukan untuk menghapus jejak digital agar tidak dilihat oleh orang lain.
Kritik Sosial Orde Baru
Sebenarnya bait puisi yang dipermasalahkan Izzulhaq adalah bagian dari puisi berjudul “Kau Ini Bagaimana atau Aku Harus Bagaimana” karangan K.H. Mustofa Bisri atau Gus Mus. Puisi itu ditulis pada tahun 1987 sebagai bentuk kritik sosial atas rezim orde baru.
Dikutip dari situs Historia.id (8/4/18), Abu Asma Ansari menilai puisi “Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana” sebagai puisi yang paling mengesankan di antara karya-karya puisi lainnya. Karya puisi itu lugas, sangat telanjang, berbicara apa adanya sesuai realitas politik dan sosial dan bahkan keagamaan yang ada di Indonesia. Orang dapat memahami secara mudah, ke mana arah tujuan puisi Gus Mus dibidikkan.
Di dalam puisi itu Gus Mus mengkritik banyak hal yang dilematis bagi masyarakat menghadapi tuntutan penguasa yang represif saat itu berikut carut marut kehidupan sosial di masyarakat yang saling ingin menang sendiri. Tidak yang penguasa, yang awam hingga rakyat, semua mempunyai perilaku yang mirip: feodalistik, suka memerintah, suka menekan dan seterusnya.
Saduran dari Guyonan Gus Dur
Bait kontroversi puisi Gus Mus ditengarai merupakan saduran dari salah satu guyonan Alm. Gus Dur. Presiden ke-4 RI itu memang dikenal sebagai pribadi yang humoris. Beberapa guyonannya terkadang memang nyeleneh. Sebut saja guyonannya tentang Presiden Indonesia.
Sebagaimana dikutip dari tulisan Prof. Dr. Mahfud MD di situs gusdurfiles.com, saat itu dalam kunjungannya ke Kuba, Gus Dur menyebut bahwa semua presiden Indonesia memiliki penyakit gila. Presiden pertama Bung Karno gila wanita, presiden kedua gila harta, presiden ketiga Habibie benar-benar gila alias gila beneran, sedangkan Gus dur sendiri sebagai presiden keempat sering membuat orang gila karena yang memilihnya juga orang-orang gila.
Puisi Kau Ini Bagaimana atau Aku Harus Bagaimana karangan Gusmus ternyata juga terinspirasi dari salah satu guyonan Gus Dur yang berjudul Siapa Paling Dekat dengan Tuhan. Dikisahkan dalam laman nu.or.id, suatu waktu tokoh agama Islam, Kristen, dan Budha sedang berdebat. Gus Dur tentu sebagai wakil dari agama Islam. Kala itu diperdebatkan mengenai agama mana yang paling dekat dengan Tuhan ?
Seorang biksu Budha menjawab duluan. “Agama sayalah yang paling dekat dengan Tuhan, karena setiap kita beribadah ketika memanggil Tuhan kita mengucapkan ‘Om’. Nah kalian tahu sendiri kan seberapa dekat antara paman dengan keponakannya?”
Seorang pendeta dari agama Kristen menyangkal.“Ya tidak bisa, pasti agama saya yang lebih dekat dengan Tuhan.” ujar pendeta
“Lah kok bisa ?” sahut biksu penasaran.
“Kenapa tidak,agama anda kalau memanggil Tuhan hanya om, kalau di agama saya memanggil tuhan itu ‘Bapa’ Nah kalian tahu sendiri kan lebih dekat mana anak sama bapaknya daripada keponakan dengan pamannya,” jawab pendeta.
Gus Dur yang belum mengeluarkan argumen masih tetap tertawa malah terbahak-bahak setelah mendengar argumen dari pendeta.
“Loh kenapa anda kok tertawa terus?” tanya pendeta penasaran.
“Apa anda merasa bahwa agama anda lebih dekat dengan tuhan?” sahut biksu bertanya pada Gus Dur.
Gus Dur masih saja tertawa sambil mengatakan “Ndak kok, saya ndak bilang gitu, boro-boro dekat justru agama saya malah paling jauh sendiri dengan Tuhan.” jawab Gus Dur dengan masih tertawa.
“Lah kok bisa ?” tanya pendeta dan biksu makin penasaran.
“ Lah gimana tidak, lah wong kalau di agama saya itu kalau memanggil Tuhan saja harus memakai Toa (pengeras suara),” jawab Gus Dur.
Sumber:
historia.id/budaya/puisi-gus-mus-melawan-arus
nu.or.id/post/read/58245/siapa-paling-dekat-dengan-tuhan
gusdurfiles.com/2015/03/politik-humor-gus-dur.html