Pilkada serentak telah selesai tanggal 27 Juni 2018 yang lalu, dimana terdapat sekitar 171 daerah yang melakukan pilkada langsung untuk memilih gubernur, walikota serta bupati.
Terlihat betapa antusiasnya warga di masing-masing daerah dalam memilih kandidat yang pas untuk memajukan daerah mereka. Dengan harapan terpilihnya pemimpin tersebut setidaknya ada perubahan yang bisa mereka rasakan.
Begitu juga dengan rasa antusiasme warga Sumut pada pilkada tahun ini yang dapat dikatakan belum pernah terjadi pada pilkada sebelumnya. Hal ini disebabkan karena warga Sumut menilai adanya seorang paslon yang dinilai memiliki track record yang bagus sebelumnya, yaitu bersih, tegas dan anti korupsi. Mereka berharap banyak kepada paslon ini agar kondisi Sumut dapat lebih maju lagi dibawah kepemimpinan mereka 5 tahun ke depan.
Namun sayangnya, mendekati hari pencoblosan, tepatnya lima hari sebelum pencoblosan, Aroma kecurangan pun tercium. Pasalnya banyak sekali warga masyarakat yang tidak mendapat formulir C6 dan formulir A5. Akhirnya berbondong-bondong warga mendatangi lurah, KPPS serta kepala lingkungan (kepling) setempat untuk menanyakan hal ini.
Namun dengan entengnya mereka memberikan jawaban kepada warga yang tidak memiliki Form C6 atau A5 supaya membawa e KTP saat pencoblosan nanti. Warga pun sebenarnya menyimpan rasa keragu-raguan antara percaya dan tidak percaya terhadap oknum-oknum yang memberikan jawaban tersebut.
Dan benar saja, saat tiba hari pencoblosan, tanggal 27 Juni 2018. Banyak warga yang terkejut akibat kecurangan yang terjadi di berbagai TPS. Hampir setiap warga yang hanya membawa e-KTP dipersulit, ada yang tidak diijinkan untuk mencoblos dengan alasan tidak memiliki C6 atau A5, ada yang dibiarkan menunggu tanpa solusi, bahkan ada juga yang diusir pulang oleh petugas KPPS.
Padahal saat sosialisasi, dengan mudahnya terlihat berbagai spanduk yang meminta warga untuk menggunakan hak pilih yang bertebaran di seluruh Provinsi Sumut, termasuk Kota Medan. Bahkan banyak juga spanduk yang berisi himbauan langsung dari KPU kepada masyarakat bahwa bagi yang tidak memiliki form C6 tetap diperbolehkan untuk memilih dengan membawa E KTP atau SUKET. Namun faktanya di lapangan ternyata berbeda sama sekali. Lantas spanduk tersebut dipasang oleh KPU untuk apa? Apakah buat menipu warga Sumut?.
Semalam tanggal 8 Juli 2018, sehari sebelum pengumuman resmi dilakukan oleh KPU mengenai siapa yang menjadi pemenang di pilkada Sumut. Secara mengejutkan Bawaslu menyebutkan bahwa terdapat bukti ada 800 ribu warga tidak dapat memilih. Itu baru data yang didapat oleh Bawaslu, belum lagi banyaknya warga yang tidak melapor karena tidak memiliki Form C6 sehingga bila ditotal secara keseluruhan mungkin jumlahnya dapat mencapai 25% dari total pemilih yang ada.
Mungkin perlu dilakukan penelusuran lebih lanjut mengenai kinerja KPU yang begitu lemah sehingga begitu banyaknya warga tidak dapat menggunakan hak pilihnya. Mungkin perlu juga dipertanyakan, buat apa warga yang sudah didata oleh petugas KPU pada akhirnya tetap saja tidak dapat menggunakan hak pilihnya?. Malah yang dulunya sudah ada namanya di DPT, ternyata bisa hilang di DPT yang sekarang.
Kami sebagai warga Sumut menuntut agar KPU mengembalikan hak suara kami yang telah dikebiri oleh KPU Sumut.
Kami juga menuntut dilaksanakannya pilkada ulang se Sumut bukan hanya beberapa TPS.
Kami menuntut keadilan yg telah dirampas oleh KPU Sumut.
Bukan kami rakyat Sumut mau Golput. Tapi rakyat Sumut dipaksa Golput Oleh KPU.
#JanganBodohiKami
#KembalikanSuaraKami
#JanganPaksaSumutGolput
#KpuCurang
Penulis: Fedrik