Usai sudah perjalanan panjang nan penuh drama Setya Novanto. Ketukan palu ketua majelis hakim Yanto menghentikan langkah “papa” yang selama ini begitu sulit disentuh.
Puisi, tangisan dan rintihan Papa dalam sidang eksepsi minggu lalu ternyata tidak mampu mengetuk pintu hati hakim untuk memberikan keringanan hukuman. Hakim akhirnya mengganjar Novanto dengan hukuman 15 tahun penjara.
Dan kalau ditanyakan kepada masyarakat atau kepada saya khususnya, sejujurnya vonis 15 tahun penjara ini belumlah memenuhi rasa keadilan. Kurungan 15 tahun tidak setimpal dengan perbuatan Novanto yang terbukti secara sah dan meyakinkan menggarong uang blanko identitas rakyat.
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut 16 tahun penjara.
Setidaknya ada tiga alasan mengapa Novanto layak dihukum seberat-beratnya.
Pertama, Novanto tidak mengakui perbuatannya.
“Yang disayangkan, terdakwa masih terbaca setengah hati dalam pengajuan JC. Karena sampai saat terakhir kemarin masih tidak mengakui perbuatannya,” ujar juru bicara KPK Febri Diansyah. kumparan.com
Keterangan berbelit-belit inilah yang membuat kasus ini berlarut-larut. Maka sudah sepantasnya permintaan Novanto menjadi justice Collaborator ditolak sekaligus menghukum berat atas sikapnya ini.
Kedua, Novanto mempermainkan hukum
Beberapa kali mangkir dari pemeriksaan, sempat menghilang, Novanto bahkan merekayasa kecelakaan untuk menghindari proses hukum. Inilah yang seharusnya membuat hukuman Novanto diperberat.
Belakangan, Novanto meminta maaf kepada jaksa KPK atas sikapnya pada sidang pledoi Minggu lalu.
“Saya ingin sampaikan permohonan maaf yang tulus pada majelis hakim apabila ada tutur kata, sikap saya yang tidak berkenan. Pada jaksa demikian juga apabila dalam penyidikan dan persidangan, sikap saya dianggap tak kooperatif,” ujar Novanto.Kompas.com
Tetapi sudah terlambat, sekarang tidak akan ada gunanya lagi merengek-rengek. Masyarakat sudah terlanjur gemes dengan Novanto.
Ketiga, perbuatan Novanto membuat masyarakat sengsara.
Coba bayangkan nasib ratusan ribu masyarakat Indonesia yang terkatung-katung tak kunjung mendapatkan kartu identitasnya akibat anggarannya dinikmati segelintir orang.
Coba hitung berapa banyak warga yang terpaksa urusannya terganggu akibat belum memiliki KTP meski sudah melakukan perekaman sejak dua atau tiga tahun yang lalu. Harus antri sejak dini hari bahkan ada yang sampai menginap di kantor kelurahan karena jarak rumahnya yang jauh, betapa menyedihkan nasib wong cilik di negeri ini.
Mereka tidak bisa mendapatkan bantuan, mereka sulit mendapatkan pekerjaan, mereka kesulitan untuk klaim asuransi, petani kesukitan mendapat subsidi pupuk dan pangan murah. Dan masih banyak lagi urusan perbankan maupun keperluan lain yang mensyaratkan identitas asli berupa KTP elektronik.
Vonis sudah dijatuhkan meskipun lebih ringan dari tuntutan jaksa. Walaupun belum memenuhi rasa keadilan, kita hormati hukum karena memang undang-undang kita belum memberikan hukuman yang maksimal bagi koruptor.
Sangat disayangkan perbuatan yang dilakukan Novanto ini. Bukannya bersyukur hidup melaratnya sudah diangkat menjadi orang besar di negeri ini, malah menyalahgunakan wewenang.
Berbeda dengan Ahok yang tinggal sekitar 110 hari lagi didalam penjara, mengingat usia Novanto saat ini yang sudah mencapai 62 tahun, dengan vonis 15 tahun ini, kemungkinan dia akan berada dipenjara seumur hidup…
Baca juga :
https://www.Indovoices.com/politik/120-hari-jelang-bebas-ini-tiga-amunisi-yang-dipersiapkan-ahok/
Kapan ya Indonesia bebas korupsi? Apa setelah Ahok bebas? Hehe…
Selamat Indonesia (belum) bebas korupsi!!