Indovoices.com – Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) adalah tonggak sejarah peradaban karena menjadi traktat global pertama yang menjadi acuan hukum hak asasi manusia di seluruh dunia. Pada 10 Desember 2018, DUHAM akan menginjak usia yang ke 70 tahun, sejak disahkan oleh Sidang Umum PBB pada 1948. Sampai saat ini, DUHAM telah menjadi inspirasi dan diturunkan dalam berbagai bentuk instrumen HAM, baik yang sifatnya umum atau khusus, di tingkat nasjonal, regional, dan internasional.
Ketua Komisi Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mengatakan, peringatan Hari HAM 2018 sebagai wahana untuk merefleksikan capaian dan tantangan pemajuan dan penegakan HAM dalam momentum 70 tahun DUHAM. Hal ini disampaikannya saat memberi sambutan pada lokakarya memperingati Hari HAM Internasional 2018 di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Senin (10/12/2018). Perayaan ini sebagai bentuk refleksi dan acuan untuk menyelesaikan kasus HAM. Untuk itu, Komnas HAM telah menetapkan empat tema, yaitu penyelesaian HAM berat masa lalu, reforma agraria berbasis HAM, penanganan maraknya intoleransi radikalisme, dan ekstremisme dengan kekerasan, dan pembenahan tata kelola lembaga,” ujarnya.
Empat tema strategis itu yang menjadi prioritas kerja kelembagaan tersebut, salah satunya menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. “Tema itu dipilih dengan mempertimbangkan aspek internal dan eksternal di mana kemajuan dan penegakan HAM. Masih jauh dari kondisi yang ideal, kita masih menghadapi berbagai tantangan,” kata Taufan.
Terkait dengan kondisi pelaksanaan HAM di Indonesia, berdasarkan jumlah pengaduan dugaan pelanggaran HAM yang diterima oleh Komnas HAM, pada 2017, diterima berkas pengaduan sebanyak 5.387, 7.188 (2016) dan 8.249 (2015). Dari data tersebut, kata Taufan, terdapat penurunan jumlah pengaduan ke Komnas HAM. “Komnas HAM terus berupaya melalui kewenangan yang dimiliki untuk mendorong terciptanya kondisi pelaksanaan HAM yang Iebih kondusif,” ucapnya.
Taufan menambahkan, dalam kontestasi politik ini di tengah kuatnya arus politik identitas berbasis SARA yang juga menjadi fenomena global saat ini, Komnas HAM mempunyai posisi yang strategis dan harus menjadi tonggak dan kompas bagi proses politik yang santun dan bermartabat. “Jangan sampai HAM hanya sebagai alat atau HAM dikomodifikasi sebagai alat transaksi dan pencitraan politik untuk mendulang suara secara pragmatis,” jelasnya.
Lebih lanjut, Taufan menyebut bahwa konflik agraria saat ini menjadi salah satu fokus Komnas HAM dalam peringatan Hari HAM Internasional 2018. Pihaknya telah menerima banyak aduan terkait pelanggaran hak atas kesejahteraan dalam konflik agraria. Secara spesifik, Taufan menyebut ada peran proyek pembangunan Presiden Joko Widodo dalam pelanggaran itu. Hal ini, menurutnya, berkaitan dengan banyaknya program infrastruktur yang sedang dikerjakan oleh pemerintah. “Setidaknya ada 269 proyek infrastruktur yang tercantum dalam Perpres Nomor 3 Tahun 2016 yang kemudian direvisi menjadi Perpres Nomor 58 Tahun 2017. “Banyak aduan terkait pelanggaran hak atas kesejahteraan, khususnya yang menyangkut agraria dan sumber daya alam. Tingginya konflik agraria antara lain berkaitan dengan program pembangunan infrastruktur yang jadi prioritas Presiden Joko Widodo,” bebernya.
Kendati demikian, kata dia, pemerintahan Presiden Jokowi sudah mulai memperbaiki hal tersebut. Misalnya dalam pembagian jutaan sertifikat lahan bagi masyarakat, juga dengan penandatanganan Perpres Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria. “Sudah ada kemajuan, tetapi masih ada tantangan yang perlu dihadapi,” tuturnya.
Sementara itu, menjawab pernyataan Komnas HAM, Menteri Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil Sofyan menyebut konflik agraria adalah masalah kompleks. “Konflik agraria terjadi karena proses peradilan sengketa tanah yang belum efisien. Selain itu, ada kesemrawutan pendataan tanah sejak dahulu,” kata Sofyan menjelaskan.
Sofyan melanjutkan, masalah pertanahan ini tidak ditangani secara sistematik sejak waktu lama. Baru pemerintah Pak Jokowi ingin menangani secara sistematik dan mengklaim pemerintahan Jokowi menaruh perhatian luar biasa terhadap hal ini. Beberapa program ditujukan untuk menyudahi konflik agraria. Misalnya seperti program pembagian sertifikat tanah kepada masyarakat. Program itu dimulai tahun 2017 dengan pembagian lima juta sertifikat dan akan terus bertambah hingga selesai pada tahun 2025.”Ini dilakukan karena masalah belum terdatanya tanah mengakibatkan konflik antar masyarakat, antara masyarakat dengan perusahaan, masyarakat dengan instansi pemerintah, dan seterusnya,” tandasnya.
Acara yang mengusung tema “70 Tahun Deklarasi Universal HAM dan Setelahnya, Menuju Pemajuan dan Penegakan HAM yang Lebih Baik”, turut dihadiri oleh Kepala Divisi Hukum (Kadivkum) Polri, Brigjen Mas Guntur Luape dan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Letnan Jenderal (Purn) Agus Widjojo, Kepala Komnas HAM di beberapa daerah, sejumlah Duta Besar, instansi pemerintah, dan stakeholders terkait. (hm.ys)