“GAJI BESAR KERJA RINGAN.” Demikian iklan lowongan kerja yang jelas menarik minat banyak orang. “Kerjanya apa?”
“Mengajak keong jalan-jalan!”
Versi serius dari humor di atas saya dapatkan dari Ilona sahabat lama saya waktu saya masih duduk di bangku kuliah. Begini kisahnya.
Tuhan memberiku sebuah tugas, yaitu membawa keong jalan-jalan. Aku tak dapat jalan terlalu cepat, karena seberapa cepat aku berjalan dan seberapa keras keong berusaha merangkak, dia seakan tetap berada di tempat. Setiap kali dia hanya beringsut sedikit saja, bahkan nyaris tak bergerak.
Aku mendesak, menghardik, dan memarahinya. Keong memandangku dengan pandangan meminta-maaf, seakan-akan berkata, “Aku sudah berusaha dengan segenap tenaga!”
Aku menariknya, menyeret, bahkan menendangnya. Keong terluka. Ia mengucurkan keringat. Dengan nafas tersengal-sengal, dia merangkak maju. Sungguh aneh , mengapa Tuhan memintaku mengajak seekor keong berjalan-jalan .
“Ya Tuhan! Mengapa?”
Langit sunyi-senyap. Biarkan saja keong merangkak di depan. Aku kesal di belakang. Aku memelankan langkah, menenangkan hati.
Tiba-tiba tercium aroma bunga. Ternyata aku berada taman bunga. Aku merasakan hembusan angin sepoi-poi. Angin malam bertiup demikian lembut.
Ada lagi! Aku mendengar suara kicau burung dan suara dengung cacing. Aku lihat langit penuh bintang cemerlang.
Oh! Mengapa dulu aku tidak merasakan semua ini? Barulah aku teringat. Mungkin aku telah salah menduga! Ternyata Tuhan meminta keong menuntunku jalan-jalan sehingga aku dapat mamahami dan merasakan keindahan taman ini yang tak pernah kualami kalo aku berjalan sendiri dengan cepatnya .
Inilah maksud Tuhan!
Tujuan atau Perjalanan
“Pergi ke negara yang paling Pak Xavier sukai?” ujar seorang wartawan kepada saya karena tahu saya suka traveling.
“Hampir semua saya senangi, khususnya kalau saya berangkat bersama keluarga,” itulah jawaban saya.
Bagi saya, bukan hanya tempat yang hendak kami tuju, tetapi bersama siapa saya berangkat. Keluarga adalah teman seperjalanan yang paling saya sukai. Lewat suka dan duka itulah ikatan kami sebagai keluarga semakin erat.
Di samping itu, bukan cepat atau lambatnya perjalanan, tetapi kebersamaan saat mencapai tempat itulah yang saya nikmati.
Kita sudah terbiasa—terpaksa atau dipaksa—hidup di dunia yang serba cepat (baca: terburu-buru) dan instant (baca: sim salabim). Akibatnya banyak hal penting yang tertinggal di belakang.
Seorang ibu naik kereta api. Di atas gerbong dia disibukkan dengan menata barang-barangnya. Karena dia seorang yang perfeksionis, ada saja yang salah. Barang-barang di kopernya dia keluarkan satu per satu kemudian dia susun lagi. Saat masih tidak pas, dia bongkar lagi dan menata ulang mulai awal. Begitu seterusnya. Saat dia sudah merasa sreg, dia menyandarkan punggungnya yang sudah pegal ke bangku dan mencoba menikmati pemandangan indah dari jendela kereta. “Ah, alam di luar begitu indah,” gumamnya sendirian.
Namun, tiba-tiba dia tersadar. Kereta sudah sampai ke stasiun tujuan. Dia begitu kecewa dan menyesal mengapa tadi dia begitu sibuk dengan barang bawaannya sehingga tidak bisa menikmati perjalanan.
Slow Down, Please
Bukankah hal yang sama sedang kita alami saat kita menapaki perjalanan hidup kita di muka bumi. Jika tidak disibukkan oleh berbagai hal, kita pun terburu-buru dalam melakukan banyak hal. Sebenarnya, kita bisa memilih untuk memperlambat hidup kita dan memperoleh sesuatu yang jauh lebih berharga. Banyak penemuan dunia yang tercipta saat orang-orang itu sengaja mencari keheningan dan mengurangi perputaran hidupnya. Isaac Newton menemukan hukum gravitasi—Aha Moment—saat berbaring di kebun dan kejatuhan buah. Galileo Galilei mendapat gagasan pemakaian pendulum untuk menandai waktu saat berada di gereja. Ilmuwan Niels Bohr menemukan struktur atom saat menonton pacuan kuda. Saat saya berada di Opera House Sydney, saya tahu bahwa gedung pertunjukan yang menjadi obyek wisata yang paling banyak difoto di Australia itu diilhami oleh struktur kerang. Mayoritas buku saya tercipta saat saya menemukan Aha Moment dalam hidup saya.
Setiap hari, saya seharusnya bisa pergi ke kantor agak siangan. Namun, setiap pagi saya memilih untuk menemani anak sayauntuk berangkat ke sekolah mereka. Perjalanan yang memakan waktu sekitar setengah jam itu membuat saya sering menemukan ide-ide segar baik untuk siaran saya di radio dan televisi maupun ide tulisan untuk buku-buku saya maupun seminar.
Nah, jika Anda termasuk seorang fast pacer, slow down, please. Temukan Aha Moment di dalam diri Anda sendiri. Percayalah, milyaran ide segar siap Anda petik! Mau mencoba?
Xavier Quentin Pranata, dosen, penulis dan pembicara publik.