Hal yang paling banyak dikeluhkan oleh teman-teman yang datang dari Indonesia, adalah biaya hidup yang sangat tinggi di Australia. Sehingga mereka tidak betah berlama-lama tinggal di sini. Minggu lalu, ketemu pak Dedy yang dulunya adalah tetangga di Kemayoran -Jakarta. Kata Pak Dedy, “Baru sebulan di sini, sudah 15 juta rupiah uang tabungan saya terkuras, gimana mau tinggal berlama-lama? Bayangkan, biaya untuk makan bersama istri, habis 100 dolar sehari.” Saya yakin apa yang dikatakan oleh Pak Dedy itu benar adanya. Karena sarapan di cafe, berupa secangkir kopi dan kue, akan menghabiskan uang sekitar 15 dolar perorang. Belum lagi kalau makan siang di food court, setidaknya butuh pengeluaran 20 dolar perorang, apalagi kalau makan siangnya di restoran.
Berapa Sesungguhnya Biaya Hidup di Australia?
Mengenai besarnya biaya hidup ini, ternyata tidak hanya dikeluhkan oleh para pendatang dari Indonesia, tapi juga oleh penduduk Australia, seperti yang dapat disimak di media detik.news.com, sebagai berikut:
Hidup dengan AU$40 atau Rp 400 ribu lebih dalam sehari merupakan kenyataan pahit yang dialami 700 ribu lebih warga Australia. Mereka ini bergantung dari tunjangan pemerintah bernama Newstart. Salah satu penerima tunjangan, Gae Guthrie (62) dari Hastings Point di New South Wales, terpaksa harus mengeruk tabungannya dan membiarkan penyakit menggerogoti dirinya.”Tidak banyak yang bisa didapatkan,” ujar Gae. Ia mengaku makanan merupakan pengeluaran terbesar baginya dan kini ia sudah jarang membeli daging. “Karena punya tulang yang rapuh, dokter bertanya kepada saya apakah saya makan daging. Saya jawab hampir tak pernah makan daging karena harganya tak terjangkau,” katanya.(https://news.detik.com/abc-australia )
Saya tidak akan mengomentari tulisan yang dikutip dari news.detik.com ini, karena hal tersebut adalah hak seseorang untuk menyampaikan keluhannya. Yang ingin saya ceritakan, adalah cara hidup kami selama lebih dari sepuluh tahun tinggal sebagai penduduk Australia
Hidup Adalah Sebuah Pilihan
Sesungguhnya, yang membuat biaya hidup semakin membengkak, adalah pilihan akan gaya hidup. Kalau memilih gaya hidup kalangan atas, sarapan pagi di Cafe, makan siang dan makan malam di restoran, ya tentu saja tidak ada salahnya, bilamana didukung oleh keuangan yang memadai. Tetapi bagi saya dan istri memilih gaya hidup sederhana.
Sarapan di rumah, berupa masing-masing secangkir Capucinno dan semangkuk mie instant atau nasi goreng, paling menghabiskan biaya 7 dolar bagi kami berdua. Untuk makan siang, bila keluar rumah, kami tidak malu membawa nasi dalam kotak, yang dimakan di taman atau di pinggiran danau, karena di sana memang ada ruang publik, yang menyediakan bangku untuk duduk. Untuk minum air, tidak usah beli, karena bisa dibawa dengan dari rumah. Sedangkan untuk makan malam, kami memilih makan di rumah. Kalau terlambat pulang, ada nasi goreng di food court, yang harganya 10 dolar, yang kami makan sepiring berdua.
Memilih Tempat Belanja
Kalau mau enak, tentu belanja di Mall atau di Super Market jumbo, seperti Coles dan Woolworth. Tapi kami memilih berbelanja di Pasar Tradisional yang agak jauh, tapi harganya lebih murah, rata rata sekitar 40 persen. Bahkan ada barang yang selisih harga bisa setengah harga, dengan kualitas yang sama. Salah satu tempat kami berbelanja adalah di Morley Market.
Harga daging berkisar antara 7 hingga 10 dolar, tergantung pada pilihan kita. Kami berbelanja seminggu sekali dan setiap kali berbelanja menghabiskan dana sekitar 120 dolar. Dalam sebulan kami menghabiskan sekitar 500 dolar untuk makan, sudah termasuk minum kopi, sarapan, makan siang dan makan malam. Dan setiap kali berbelanja, selalu ada menu daging 3 hingga 4 kilogram plus ikan dan sayuran. Jadi kami bisa makan enak setiap hari, asal saja mau memilih tempat belanja yang murah dan bersyukur istri saya rajin memasak setiap hari.
Kartu Medicare Berlaku Umum
Kalau di Indonesia ada Kartu BPJS, maka di sini ada Medicare Card, tanpa harus membayar apapun. Kartu ini berlaku untuk layanan kesehatan di rumah sakit umum. Kalau kita sakit dan merasa sangat sulit untuk mendatangi tempat praktik dokter atau ke medical centre atau tidak mampu mengendarai kendaraan, cukup menelpon dokter GP. Dokter datang dan sebagai penduduk Australia, tidak perlu membayar karena dokter GP akan dibayar oleh Pemerintah. Kita cukup menandatangani saja, bahwa memang kita sudah dikunjungi.
Dokter GP atau lengkapnya disebut dokter General Practitioner adalah Dokter Umum seperti juga yang banyak sekali membuka praktik di Indonesia. Kalau merasa cocok dengan pelayaan, dokter GP ini, bisa diminta untuk menjadi dokter keluarga. GP tersedia di berbagai tempat mulai dari Pusat Kesehatan (Medical Centre) yang besar hingga tempat praktek GP tersendiri. Bila kondisi kita dianggap cukup serius, maka Dokter GP akan menyarankan kita untuk ke rumah sakit dan memberikan Surat Pengantar.
Tinggal Sebulan di Wollongong Public Hospital
Saya pernah mengalami accident, karena terpeleset di tangga pesawat dan tulang rusuk terbentur keras. Rupanya terjadi perdarahan di dalam dan karena tidak segera ditangani, terjadi infeksi ke paru-paru. Dokter GP dipanggil dan setelah saya diperiksa, dikasih surat rujukan ke Rumah Sakit dengan catatan “Emergency Patient” Begitu tiba di rumah sakit dan membaca surat rujukan dokter, saya langsung dinaikan ke atas kereta dan dibawa ke ruang Intensive Unit Care. Hampir sebulan saya dirawat di sana. Dan ketika sudah diperbolehkan pulang ada tagihan sebesar $.243.720 atau setara dengan 250 juta rupiah. Saya cukup keder membaca tagihan tersebut. Namun putra kami yang datang menjenguk membisikan “Tidak usah dipikirin papa, saya yang akan lunaskan, yang penting papa sudah sembuh”
Tapi ternyata dengan menunjukan Medicare Card dan Kartu Senior saya hanya diminta menandatangani dan tidak perlu membayar satu senpun, karena akan dilunaskan oleh pemerintah. Sebagai penduduk sah Australia, saya berhak mendapatkan layanan kesehatan, walaupun masih memegang paspor Indonesia.
Semoga tulisan ini dapat memberikan gambaran bahwa sesungguhnya yang mahal itu bukan biaya hidup, melainkan gaya hidup masing-masing.
Tjiptadinata Effendy