Indovoices.com –Kejaksaan Agung (Kejagung) dinilai wajib mengevaluasi kendala penanganan kasus dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia(HAM) pada masa lalu. Sebab, upaya penuntasan kasus selalu buntu setiap periode pemerintahan pascareformasi.
“Sebetulnya tanpa ada Tim Khusus (Timsus), kejagung harus melakukan pertama mengevaluasi atau mengaudit apa yang salah dari penuntasan pelanggaran HAM masa lalu,” kata Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bidang Riset dan Mobilisasi, Rivanlee Anandar.
Dia menyebut setiap periode pemerintahan selalu menyatakan komitmen menuntaskan berbagai dugaan pelanggaran HAM berat pada masa lalu. Namun, hingga saat ini tidak kunjung selesai.
Penuntasan kasus terhalang lantaran ketidaklengkapan berkas perkara. Bolak-balik berkas merupakan pemandangan umum penuntasan penanganan dugaan pelanggaran HAM berat.
“Dari sebelum Presiden Jokowi (Joko Widodo) menjabat itu sudah menjadi problem, lalu kenapa sudah berganti Jaksa Agung, ini masih menjadi problem,” unkap dia.
Rivanlee menyebut permasalahan itu mestinya mulai diselisik. Sehingga, upaya penanganan pelanggaran HAM tidak lagi jalan di tempat.
“Kalau tidak gerak, Presiden harus melihat itu sebagai sebuah masalah,” ujar dia.
Kejagung membentuk Timsus Penanganan Dugaan Pelanggaran HAM. Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan salah satu tugas Timsus, yaitu mengumpulkan, menginventarisasi, mengidentifikasi, serta memitigasi berbagai permasalahan atau kendala yang menjadi hambatan.
Timsus diresmikan pada 30 Desember 2020 beranggotakan 18 jaksa. Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuladi didapuk sebagai Ketua Timsus.
Sedangkan, Wakil Ketua Timsus dipegang oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Ali Mukartono. Selanjutnya, Sekretaris Timsus dipegang oleh Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Raja Nafrizal.(msn)