Indovoices.com –Terdakwa kasus kerumunan Megamendung, Rizieq Shihab mengatakan, jika pelanggaran prokes dikategorikan sebagai tindak kejahatan, maka para pelanggar prokes di seluruh Indonesia tanpa kecuali merupakan penjahat.
Tak terkecuali, Rizieq menyebut, Presiden Joko Widodo.
“Jika pelanggaran prokes merupakan kejahatan prokes sebagaimana pendapat JPU, maka berarti menurut istilah JPU tersebut bahwa para tokoh nasional tersebut termasuk Presiden Jokowi adalah penjahat prokes,” kata Rizieq dalam dalam sidang pembacaan pledoi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang disiarkan secara daring, Kamis (20/5/2021).
Ia menjelaskan, kehadiran Presiden di Kalimantan Selatan pada 18 Januari 2021 sempat menimbulkan kerumunan massa. Jokowi, kata Rizieq, secara terencana membagi-bagikan nasi kotak kepada warga setempat.
Hal serupa terjadi lagi pada 23 Februari 2021 saat Jokowi hadir ke Maumere, Nusa Tenggara Timur. Rizieq menilai, saat itu Jokowi juga membagi-bagikan bingkisan kepada warga.
“Keduanya adalah pelanggaran prokes yang menurut istilah JPU disebut kejahatan prokes,” ujar Rizieq.
“Lalu kenapa para penjahat prokes tersebut tidak diproses hukum dan tidak dipidanakan hingga pengadilan oleh JPU?” tambahnya.
Ia sendiri menilai, pelanggaran protokol kesehatan bukan merupakan sebuah tindak kejahatan. Menurut Rizieq, ada upaya kriminalisasi terhadap dirinya dalam kasus kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat dan Megamendung, Bogor.
“Pelanggaran prokes adalah sebuah pelanggaran, bukan kejahatan. Sehingga dalam aturan pun disebut sebagai pelanggaran prokes, tidak disebut sebagai kejahatan prokes,” tuturnya.
Rizieq menyatakan, penggunaan istilah tersebut diakui oleh para pakar hukum pidana dan pakar hukum tata negara baik nasional maupun internasional. Saksi ahli yang dihadirkannya di persidangan pun sepakat dengan hal tersebut.
“Hal tersebut di atas disepakati oleh para saksi ahli yang dihadirkan dalam sidang kasus di Petamburan dan Megamendung. Antara lain Refly Harun ahli tata negara, Abdul Choir Ramadhan ahli teori hukum pidana, Dian Andriawan ahli hukum pidana, dan dr Luthfi Hakim ahli pidana kesehatan,” ujar dia.
Namun, kata Rizieq, jaksa penuntut umum (JPU) bersikukuh menganggapnya melakukan kejahatan prokes, bukan pelanggaran prokes.
Ia berpendapat, jaksa menuntutnya dengan pasal-pasal yang tidak karuan dan mengaitkannya dengan masalah-masalah yang tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan kasus.
“Jaksa penuntut umum karena didorong oleh syahwat mempidanakan terdakwa sebagai penjahat, maka dalam persidangan ini begitu semangat ngotot menyebut pelanggaran prorkes sebagai kejahatan prokes. Sehingga menuntut terdakwa dengan pasal-pasal yang tidak karu-karuan dan masalah yang tidak ada kaitan maupun sangkut paut sama sekali dengan kasus,” tegas Rizieq.