Indovoices.com –Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan Presiden Joko Widodo sudah beberapa kali berupaya menghentikan pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Salah satunya dengan menerbitkan Perppu untuk membatalkan rencana revisi UU KPK beberapa waktu lalu.
Namun, Mahfud mengungkap upaya itu justru kandas karena dapat pertentangan atau terhalang restu dari DPR dan Partai Politik.
Terkait hal itu, pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Jakarta Ujang Komarudin mengatakan pernyataan Mahfud ibarat pembenaran pemerintah semata agar tak disalahkan oleh publik.
“Itu alasan pembenaran pemerintah saja agar tak disalahkan oleh publik. Katanya Jokowi tak ada beban, mestinya kan tak ada beban untuk bisa keluarkan Perppu,” ujar Ujang, ketika dihubungi Tribunnews.com, Senin (7/6/2021).
“Itu alasan berkelit pemerintah, agar sejarah tak mencatat buruk mereka. Padahal rakyat tahu persis, itu adalah persekutuan pemerintah dengan DPR RI,” imbuhnya.
Ujang pun menilai upaya Jokowi menerbitkan Perppu untuk menyelamatkan KPK yang gagal dengan dalih terganjal restu DPR dan parpol adalah omong kosong belaka.
Jika memang berniat menyelamatkan lembaga antirasuah itu, Ujang mengatakan pemerintah sejak awal seharusnya tak merevisi UU KPK.
“Omong kosong saja menyelamatkan KPK. Semua sandiwara saja dan rakyat sudah paham itu. Mestinya dulu pemerintah tak merevisi UU KPK. Kalau saat ini ya sudah rusak semua. KPK-nya sudah dirusak, dilemahkan, dan dibunuh,” kata Ujang.
Lebih lanjut, Ujang menilai sudah paling tepat pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi untuk mengeluarkan Perppu demi menyelamatkan KPK.
“Mestinya keluarkan Perppu. Tapi mana mau (pemerintah-red),” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD buka suara terkait polemik yang muncul di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhir-akhir ini.
Mantan pimpinan Mahkamah Konstitusi (MK) ini ikut menyayangkan polemik 51 pegawai KPK yang dipecat karena tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Mahfud mengaku dirinya berada di pihak yang sama dengan lembaga antirasuah tersebut.
Namun, menurutnya, sejumlah pihak punya pendapat lain.
Termasuk para koruptor yang dendam dengan KPK dan berusaha untuk dapat melemahkannya dengan cara apapun.
Hal ini disampaikan Mahfud dalam dialog dengan Rektor UGM dan pimpinan PTN/PTS seluruh Yogyakarta yang ditayangkan YouTube Universitas Gadjah Mada pada Sabtu (5/6/2021) lalu.
“Saya sangat hormat pada anak-anak ini semua. Tetapi orang yang merasa punya data lain dan koruptor-koruptor yang dendam dan koruptor yang belum ketahuan tetapi takut ketahuan ini sekarang bersatu untuk hantam itu,” kata Mahfud, dilansir Tribunnews.
Mahfud pun mengklaim, pelemahan yang dialami oleh KPK bukan kesalahan presiden Joko Widodo (Jokowi).
Tercatat, kata dia, sudah beberapa kali mantan Gubernur DKI Jakarta itu berupaya untuk menghentikan pelemahan ini.
Misalnya, saat presiden Jokowi berupaya untuk terbitkan Perppu untuk membatalkan rencana revisi UU KPK beberapa waktu lalu.
Namun, upaya itu justru kandas karena dapat pertentangan atau terhalang restu dari DPR dan Partai Politik.
“Ketika presiden mengeluarkan Perpu untuk undang-undang itu itu kan hantam kanan kiri. Bahwa DPR tidak setuju dan partainya tidak setuju.”
“Bagaimana ingin mengeluarkan Perpu tapi ditolak artinya permainan itu tidak mudah.”
“Tetapi saya sama seperti bapak dan masyarakat mendukung KPK itu harus kuat dan oleh sebab itu tinggal bagaimana menguatkan itu,” ungkap dia.
Lebih lanjut, Mahfud meminta semua pihak untuk tidak meragukan komtimen dirinya untuk penguatan terhadap KPK.
Dia pun mengungkit perjuangannya dahulu saat masih menjabat ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
“Saya sejak dulu pro KPK sejak dulu. Saya ketua MK, 12 kali itu (KPK) ingin dirobohkan undang-undangnya dan saya bela dan menangkan KPK terus.”
“Tetapi keputusan tentang KPK itu tidak di pemerintah saja, ada di DPR, ada di partai dan di civil society dan civil society ini akan pecah juga,” jelas Mahfud.
Tak hanya itu, Mahfud mengaku juga mengenal baik orang-orang yang bekerja di KPK.
Termasuk salah satu penyidik seniornya Novel Baswedan.
“Saya kenal baik dengan Pak Novel Baswedan beberapa kali ke rumah dan beberapa kali ke kantor saya dan saya juga nengok ketika dia diserang air keras saya nengok ke rumah sakit.”
“Ketika orang banyak tidak nengok karena takut dan karena segan, saya tetap nengok,” ungkapnya.