Indovoices.com –Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Bandara Soekarno-Hatta menemukan kasus pengguna visa elektronik palsu Republik Indonesia untuk pertama kalinya di Indonesia.
Kepala Bidang Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (Inteldakim) Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta Andhika Pandu Kurniawan menyebutkan, pihaknya sempat menemukan visa palsu Republik Indonesia sebelum-sebelumnya.
Namun, baru kali ini pihaknya menemukan pengguna visa elektronik palsu.
“Kalo visa biasa yang dipalsukan, pernah, tapi kalo visa elektronik, ini baru pertama kalinya,” ungkap Pandu saat konferensi pers dikantornya, Kamis (25/3/2021).
Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta menemukan penggunaan visa elektronik palsu itu saat menangkap tiga warga negara India, yakni MK, MJB, dan SKV.
Penangkapan ketiga warga negara asing (WNA) itu dilakukan di Bandara Soekarno-Hatta, Kota Tangerang, pada 22 Februari 2021 dan 12 Maret 2021.
“Program visa elektronik sendiri itu baru dicanangkan tanggal 26 September (2020), tapi baru dimulai bulan 10 (Oktober 2020),” lanjut Pandu.
Dia menyatakan, pembuat visa elektronik palsu itu merupakan WNA. Berdasarkan penyelidikan, kata Pandu, pembuatnya merupakan WN India.
“Iya, itu (pembuatnya) WNA dari India. Kalau sindikat (pembuat visa elektronik palsu) yang warga negara Indonesia, belum muncul namanya,” papar Pandu.
Pandu menambahkan, sindikat yang bergerak dalam pembuatan visa elektronik palsu tersebut muncul lantaran pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan yang membatasi keluar masuknya WNA.
Hal tersebut lantas membuat permohonan visa Republik Indonesia lebih sulit disetujui bila tujuan si pemohon tidak jelas atau tidak memiliki kepentingan.
“Artinya, permohonan visa sulit disetujui kalau memang tujuannya tidak urgent,” ucap Pandu.
“Yang kemudian, mungkin, (sulitnya permohonan visa) menjadi subjek kejahatan sehingga memberikan kemudahan dengan cara tidak sah, tidak legal,” imbuhnya.
Sebelumnya diberitakan, Kantor Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta menangkap tiga warga negara India itu lantaran mereka menggunakan visa elektronik palsu saat memasuki Indonesia.
“Saat mereka tiba di Bandara Soekarno-Hatta, diungkap oleh petugas kami bahwa mereka menggunakan visa elektronik palsu,” kata Kepala Kantor Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta Romi Yudianto saat konferensi pers di kantornya, Kamis.
Romi menjelaskan, MK datang terlebih dahulu pada 22 Februari 2021, sedangkan MJB dan SKV pada 12 Maret 2021.
Berdasarkan pemeriksaan, MK membeli paket perjalanan ke Indonesia sebesar Rp 97 juta.
“Paket itu meliputi penerbitan visa elektronik Republik Indonesia palsu, pengurusan visa Kanada, serta tiket perjalanan dari New Delhi (menuju) Jakarta. Lalu, tiket dari Jakarta ke Kanada,” kata Romi.
MJB dan SKV juga membeli paket serupa.
Namun, MJB dan SKV membeli paket perjalanan dengan harga yang lebih murah, yakni Rp 40 juta.
“MJB dan SKV masing-masing membayar Rp 40 juta untuk paket perjalanan mereka,” ucap Romi.
Romi berujar, MJB dan SKV membeli paket perjalanan yang terdiri dari visa elektronik Republik Indonesia palsu dan tiket pesawat dari Dubai, Uni Emirat Arab, menuju Indonesia.
Saat ini, lanjut Romi, ketiganya sedang diperiksa lebih lanjut di Kantor Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta hingga waktu yang belum ditentukan.
“Berdasar temuan tersebut, MK, MJB, dan SKV melanggar Pasal 121 huruf B Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian,” tutur Romi.