Indovoices.com -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan agar bantuan sosial (bansos) yang diberikan pemerintah daerah untuk mengatasi dampak pandemik Corona Disease Virus (Covid-19), tidak dimanfaatkan untuk kepentingan praktis dalam pilkada serentak 2020.
Hal ini disampaikan KPK dalam rapat koordinasi pencegahan korupsi terintegrasi wilayah IX Provinsi Sumatera Barat melalui telekonferensi pekan lalu (30/40) dengan seluruh jajaran pejabat pemerintah provinsi, kabupaten dan kota di wilayah Sumatera Barat.
Setidaknya ada 14 pemerintah daerah yang akan mengikuti pilkada di wilayah Sumatera Barat, yaitu Provinsi Sumatera Barat, Kota Solok, Kota Bukittinggi, Kab Solok, Kab Dharmasraya, Kab Solok Selatan, Kab Pasaman Barat, Kab Pasaman, Kab Pesisir Selatan, Kab Sijunjung, Kab Tanah Datar, Kab Padang Pariaman, Kab Agam, dan Kab Lima Puluh Kota.
Tercatat Rp1,2 triliun anggaran pemda se-Sumatera Barat untuk penanganan Covid-19 yang berasal dari realokasi sejumlah anggaran. Dari anggaran itu, paling besar dialokasikan untuk jaring pengaman sosial termasuk di dalamnya bansos kepada masyarakat sebesar Rp572 Miliar. Sisanya Rp521 Miliar untuk belanja kesehatan dan Rp168,9 Miliar untuk belanja penanganan dampak ekonomi.
“Mengingat besarnya alokasi anggaran untuk penanganan Covid-19 tersebut, KPK akan terus memonitor dan melakukan pengawasan,” ungkap Plt. Juru Bicara KPK Bagian Pencegahan, Ipi Maryati Kuding.
Ipi menjelaskan, KPK juga telah mengeluarkan 3 surat/surat edaran tentang penggunaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan data non-DTKS dalam pemberian bansos ke masyarakat, pengelolaan terkait penerimaan sumbangan pihak ketiga yang dikategorikan bukan gratifikasi, dan penggunaan anggaran pengadaan barang dan jasa dalam penanganan Covid-19. “Karenanya, KPK mengingatkan agar pemda merujuk pada surat edaran KPK tersebut sebagai panduan dan rambu-rambu dalam penanganan Covid-19 di Sumbar,” katanya.
Dalam rapat koordinasi tersebut, KPK juga menyampaikan fokus pencegahan korupsi tahun 2020 yang meliputi perbaikan tata kelola pemerintahan, penyelamatan keuangan dan aset daerah serta tugas khusus lainnya. KPK juga meminta Pemda untuk memenuhi dan menjalankan rencana aksi yang tertuang dalam beberapa indikator yang telah dilaksanakan sejak tahun 2018.
“Dari evaluasi KPK, wilayah Sumatera Barat memiliki perkembangan dengan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun,” sebut Ipi. Tercatatat, Capaian Monitoring for Prevention (MCP) tahun 2019 meningkat menjadi 77% dari capaian tahun 2018 sebesar 72%. Dibandingkan rata-rata nasional, wilayah Sumatera Barat juga tergolong di atas rata-rata. Tahun 2019 rata-rata nasional 68% dan tahun 2018 rata-rata nasional di angka 58%.
Namun terdapat sejumlah rekomendasi yang perlu ditindaklanjuti oleh pemda terkait 8 area intervensi perbaikan tata kelola pemerintahan daerah. Dua di antaranya terkait penertiban dan pemulihan aset serta optimalisasi pendapatan daerah (OPD).
Terkait aset, KPK mengidentifikasi persoalan terkait konflik kepemilikan aset dan aset yang belum disertifikat, diantaranya terdapat sekitar 10.000 bidang tanah pemda yang belum bersertifikat, lebih dari 120 fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) yang belum diserahkan oleh pengembang kepada pemda, dan lebih dari 50 aset pemda yang statusnya konflik dengan pihak ketiga, termasuk aset-aset lainnya yang dikuasai oleh pihak yang sudah tidak berhak.
Sementara, terkait OPD masih ada sejumlah persoalan seperti database wajib pajak (WP) dan retribusi yang belum memadai, potensi penurunan penerima asli daerah (PAD) akibat wabah Covid-19, terdapat piutang pajak yang belum ditagih, belum optimalnya inovasi peningkatan PAD di Sumatera Barat, dan sebagian besar BUMD yang mengalami kerugian.
“KPK berharap sejumlah persoalan tersebut tetap menjadi prioritas untuk diselesaikan meski di tengah pandemi Covid-19 dengan tetap mengedepankan praktik-praktik tata kelola pemerintahan yang baik dan bebas korupsi,” ujar Ipi.(kpk)