Setya Novanto, siapa di republik ini yang belum mengenal nama tersebut, padahal politikus licin yang berumur 62 tahun ini (kelahiran Bandung 12 November 1955) mengawali karirnya dari bawah sekali, bahkan sebelum berkecimpung di dalam dunia politik, Setya Novanto muda adalah pengusaha yang memulai usahanya dari nol.
Sebagai Mahasiswa Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya, berbagai usaha pun dia geluti, mulai dari berjualan beras dan madu hingga menjadi salesman mobil pun pernah dilakoninya. Bahkan sempat menjadi model pria tampan di Surabaya (1975). Dimasa itu Setya Novanto dikenal sebagai pria yang ulet dan memiliki banyak sahabat.
Adalah Hayono Isman yang merupakan teman masa SMA Setya Novanto yang berjasa mengenalkan Setya Novanto ke dunia politik sebagai kader Kosgoro pada tahun 1974. Sejak saat itu perjalan karirnya terus meningkat dan menjadi Anggota Golkar, bahkan menjadi anggota DPR dari fraksi Golkar selama 6 periode berturut-turut tanpa putus hingga 2017 ini.
Setya Novanto terpilih dalam pencalonan Ketua DPR RI Periode 2014 – 2019 dari Partai Golkar dalam sistem paket bersama Koalisi Merah Putih. Pada tanggal 2 Oktober 2014, ia terpilih sebagai Ketua DPR RI.
Saat kasus pencatutan nama Freeport, Setya Novanto mengundurkan diri tepat saat Mahkamah Kehormatan Dewan DPR akan memutuskan pelanggaran kode etik. Setya Novanto sempat digantikan oleh Ade Komarudin (Ketua Fraksi Golkar DPR 2014-2019). Setya Novanto kemudian ditunjuk Aburizal Bakrie sebagai Ketua Fraksi Golkar pengganti Ade.
Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar 2016 yang terjadi karena kisruh internal Partai Golkar yang sudah terjadi selama 1,5 tahun membuka kesempatan bagi Setya Novanto untuk mencalonkan diri menjadi Ketua Umum Golkar, dan berhasil menang.
“Golkar akan bekerja sama dengan pemerintah. Kami akan mendukung program pemerintah,” demikian yang disampaikan oleh Setya Novanto usai terpilih dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar di Nusa Dua, Bali, Rabu (17/5).
Munaslub tersebut menghasilkan keputusan partai berlambang pohon beringin itu keluar dari Koalisi Merah Putih sehingga membatalkan/menganulir hasil Munas 2014.
Sebutan sebagai politikus licin berlumur oli bukanlah sebutan kosong tanpa makna. Faktanya berkat kelihaiannya, berbagai kasus berhasil dilewatinya tanpa ada yang mampu mengganjalnya sama sekali.
Beberapa kasus yang pernah terjadi diantaranya;
Kasus Cessie Bank Bali
Tahun 2001, Setya Novanto menjadi salah satu saksi persidangan mengenai kasus hak piutang (cessie) PT Bank Bali ketika itu kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).
Hampir 15 tahun kemudian (2015), muncul kasus yang mirip yaitu pembelian cessie milik Bank Tabungan Negara (BTN) oleh Victoria Securities International Corporation, masih dalam proses penyidikan di Kejaksaan Agung. Awalnya kisruh cessie Bank BTN tidak begitu mendapat perhatian media dan masyarakat, bila saja Ketua DPR Setya Novanto tidak memanggil Jaksa Agung M Prasetyo secara pribadi ke ruangannya di Senayan pada 21 Agustus 2015.
Intervensi yang dilakukan Setya Novanto bukan hanya sebatas memanggil, namun juga mendorong Komisi III DPR membentuk pansus atau panja. Dan pertemuan tertutup itu juga dihadiri Ketua Komisi III Aziz Syamsudin dari Partai Golkar dan Muhammad Nasir Djamil dari PKS. Setya Novanto beralasan dirinya memanggil Prasetyo karena ada surat pengaduan dari pihak Victoria Securities International Corporation.
Kasus Akil Mochtar
Satu tahun sebelumnya Novanto pernah diperiksa juga sebagai saksi dalam kasus dugaan suap, gratifikasi, dan pencucian uang terkait sengketa pemilihan kepala daerah yang bergulir di Mahkamah Konstitusi.
Kasus ini menjerat mantan Ketua MK Akil Mochtar yang juga mantan politikus Partai Golkar. Nama Novanto sempat disebut dalam rekaman pembicaraan via BBM antara Akil Mochtar dan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Jatim sekaligus Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Jawa Zainuddin Amali. Yaitu berupa permintaan 10 miliar rupiah dari Akil kepada Zainuddin. Lagi-lagi Setya Novanto membantah adanya permintaan uang dan menolak keterlibatannya dalam kasus tersebut.
Kasus PON VII
Setya Novanto juga pernah diperiksa terkait perkara suap pembangunan lanjutan Pekan Olah Raga Nasional VII. Penyidik KPK bahkan menggeledah ruang kerja Setya Novanto pada 19 Maret 2013.
Tersangka dalam kasus itu adalah mantan Gubernur Riau Rusli Zainal. Dalam kasus ini, Setya lagi-lagi membantah keterlibatannya. Dia juga membantah pernah menerima proposal bantuan dana APBN untuk keperluan PON Riau atau memerintahkan pihak Dinas Pemuda dan Olahraga Riau (Dispora Riau) untuk menyerahkan uang suap dengan tujuan agar anggaran turun.
Kasus Pertemuan dengan Calon Presiden Amerika Serikat
Ceritanya saat itu Setya Novanto dan Fadli Zon, selaku pimpinan DPR-RI menghadiri The 4th World Conference of Speakers Inter Parliamentary Union (IPU) di New York, AS, pada tanggal 31 Agustus – tanggal 2 September 2015.
Usai menghadiri acara konferensi tersebut, Setya Novanto dan Fadli Zon menghadiri acara jumpa pers kampanye politik bakal Calon Presiden Amerika Serikat Donald Trump, dari Partai Republik. Kehadiran Setya Novanto dan Fadli Zon itu kemudian menjadi perbincangan publik dan menuai kontroversi.
Namun Setya Novanto dan Fadli Zon hanya mendapat teguran dari MKD (Makhkamah Kehormatan Dewan).
Kasus PT Freeport Indonesia
Dikenal sebagai Kasus “Papa Minta Saham” adalah sebuah kasus dan skandal politik dengan aktor utama Setya Novanto yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPR RI disebut mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk meminta saham dalam sebuah pertemuan dengan PT Freeport Indonesia (2015).
Akhirnya keputusan diambil, pada 16 Desember 2015, seluruh anggota MKD (17 orang) memutuskan Novanto bersalah, dengan suara terbanyak (10 orang) memutuskan sanksi sedang, yaitu pemberhentian sebagai Ketua DPR RI. Tujuh anggota lainnya meminta diberikannya sanksi berat, yaitu pemberhentian sebagai anggota DPR RI, namun tidak mencapai suara terbanyak. Pada hari yang sama, Novanto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua DPR RI.
Disaat yang sama, Kejaksaan Agung juga menyelidiki kasus ini dengan tuduhan pemufakatan jahat. Menteri ESDM Sudirman Said dan Dirut PT Freeport sempat dipanggil oleh Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum). Rekaman tersebut juga disita oleh Jampidum. Akan tetapi saksi kunci yaitu Riza Chalid tidak muncul meskipun sudah dipanggil berkali-kali. Menurut Menteri Hukum dan HAM, Riza Chalid berada diluar negeri sejak kasus mencuat. Jaksa Agung pun menyatakan bahwa kasus ini diendapkan.
KTP Elektronik (E-KTP)
Nama Setya Novanto pernah disebut oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin sebagai salah satu pengendali proyek dalam kasus e-KTP.
Setya Novanto ikut terseret dalam kasus pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara elektronik (e-KTP) untuk tahun anggaran 2011-2012, salah satu proyek Kementerian Dalam Negeri.
Dalam kasus ini, Nazaruddin menyebutkan ada aliran dana yang mengalir ke sejumlah anggota DPR salah satunya Setya Novanto senilai Rp300.000.000.000,00 (tiga ratus miliar rupiah) dari proyek e-KTP.
Nazaruddin menuding Novanto membagi-bagi fee proyek e-KTP ke sejumlah anggota DPR. Novanto juga disebut mengutak-atik perencanaan dan anggaran proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut. Terkait proyek e-KTP, Novanto membantah terlibat, apalagi membagi-bagikan fee. Dia bahkan mengaku tidak tahu-menahu soal proyek e-KTP.
Pada 17 Juli 2017, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus e-KTP.
Saat ini Setya Novanto sedang menjalani persidangan untuk memutuskan nasibnya ke depan, apalagi langkah pra-peradilan keduanya juga gugur. Sel penjara dapat dipastikan menjadi rumah berikutnya mengingat sepanjang sejarahnya belum ada yang pernah bebas bila sebuah kasus sudah diajukan ke pengadilan oleh KPK.
Walaupun Setya Novanto memiliki jaringan pertemanan yang luas, namun kemungkinan Setya Novanto berkarir kembali di dunia politik sudah dapat dipastikan berakhir mengingat di usianya yang 62 tahun ini, jaksa menjerat Setya Novanto dengan 2 pasal korupsi yang total hukumannya adalah 20 tahun penjara.
Untuk keluarganya sendiri, meski tertangkap KPK adalah aib dan memalukan, namun selama KPK tidak menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang yang berefek penyitaan dan pemiskinan koruptor. Sepertinya tetap akan makmur sampai beberapa keturunan apalagi mengingat kekayaan Setya Novanto berdasarkan data dari Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 13 April 2015, diketahui total harta kekayaan Setya Novanto ini mencapai Rp114.769.292.837 dan US$49.150, yamg terdiri atas harga bergerak dan tidak bergerak.