Indovoices.com –Pernikahan menjadi iming-iming kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) menggaet calon kader perempuan masuk ke kelompok teroris ini.
Seperti dikutip dari Majalah Tempo edisi 11 April 2021, salah satu korban adalah Wahidah, bukan nama sebenarnya. Kepada Tempo, Wahidah bercerita, mulanya ia berkenalan dengan seseorang bernama Abu Nakir Shaab melalui grup pengajian komunitas Melayu Singapura dan Malaysia di Facebook dan Telegram. Saat itu, ia tengah dilanda galau akibat putus cinta, dan ingin ‘melarikan diri’ dengan memperdalam ilmu agama.
Naas, oleh Abu Nakir, ia disusupi paham-paham ISIS. “Halal darahnya orang-orang yang tidak sepahaman dengan ISIS,” ucap Wahidah menirukan Abu Nakir, saat diwawancarai Tempo.
Singkatnya, ia akan dinikahi jika bersedia ikut Abu Nakir berperang bersama milisi ISIS di Suriah. Wahidah mengaku sempat terbuai. Bahkan, karena rutin berkomunikasi, ia dan Abu Nakir menggunakan nama panggilan ‘Abi’ dan ‘Umi’.
Sejak paham ISIS masuk ke Indonesia pada 2015, jumlah perempuan yang nyemplung di pusaran terorisme bertambah. Perannya pun beragam. Mulai dari penyebar ideologi, penyandang dana, perakit bom, hingga pelaku aksi.
Peneliti Hukum dan HAM Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Milda Istiqomah mengatakan, sebelum 2016, perempuan terlibat sebagai pembawa pesan, perekrutan, mobilisasi dan alat propaganda, serta regenerasi ideologi. “Selama kurun waktu 15 tahun mereka lebih di balik layar,” kata Milda pada 2 April 2021.