Indovoices.com –Peretasan yang dialami sejumlah pegiat antikorupsi pada diskusi virtual yang diselenggarakan oleh ICW pada hari Senin (17/5), menambah daftar jumlah kasus peretasan yang terjadi di Indonesia.
Kami menelusuri laporan data keamanan siber dari comparitech.com. Data tersebut di-update per 24 Maret 2021.
Dalam laporan itu, Indonesia masuk sebagai salah satu dari 75 negara yang keamanan sibernya terdokumentasikan. Namun, Indonesia justru berada dalam 20 negara dengan keamanan siber paling buruk di dunia.
Penilaian tersebut berdasarkan skor yang didapatkan setiap negara yang dianalisis menggunakan 15 kriteria penilaian yang merupakan bentuk-bentuk permasalahan keamanan siber.
Berikut kriterianya:
- Komputer Menghadapi Sedikitnya Satu Serangan Malware dari Perangkatnya Sendiri
- Ponsel Terinfeksi Malware
- Komputer Terinfeksi dengan Sedikitnya Alami Satu Serangan Malware (Berbasis Web)
- Pengguna Ponsel yang Diserang Melalui Sumber Web
- Serangan Berbasis SSH Negara Asal (IoT)
- Email Spam menurut Negara Asal (Tahunan)
- Serangan Telnet berdasarkan Negara Asal (IoT)
- Negara yang Ditargetkan oleh Surat Berbahaya (Tahunan)
- Serangan oleh Cryptominers
- Pengguna yang Diserang oleh Malware Perbankan
- Pengguna yang Diserang oleh Trojan Ransomware
- Pengguna yang Diserang Trojan Mobile Banking
- Pengguna yang Diserang Trojan Ransomware Seluler
- Komputer yang Diserang Phishing (Tahunan)
- Negara dengan persiapan terbaik untuk serangan siber
Semakin besar jumlah skor, artinya semakin buruk keamanan siber yang dimiliki negara. Indonesia sendiri berada di urutan ke-18 di atas Bolivia dan Qatar yang secara berurutan berada di posisi 19 dan 20.
Sementara itu, negara yang menempati posisi sebagai negara yang paling aman dari permasalahan keamanan siber adalah Denmark dengan skor 3,56.
Lalu bagaimana dengan permasalahan siber di dunia?
Masih berdasarkan data comparitech.com, kasus serangan Malware lokal adalah permasalahan siber yang paling sering terjadi di dunia.
Serangan yang berasal dari progam di komputer yang dinilai punya potensi berbahaya oleh antivirus tersebut, tercatat dengan jumlah persentase sebanyak 16,92 persen.
Indonesia sendiri menyumbang angka persentase sebesar 23,10 persen untuk permasalahan keamanan siber dalam bentuk malware lokal pada komputer.
Persentase tersebut masih lebih besar dengan permasalahan siber lainnya, seperti ponsel yang terinfeksi malware dengan jumlah 9,98 persen. Permasalahan ponsel yang terinfeksi malware inilah yang biasanya digunakan peretas untuk mendapat akses ke telepon genggam orang lain.