Indovoices.com –KPK kembali melakukan OTT terhadap pejabat publik. Kali ini KPK mengamankan Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat. Diduga, ia terlibat kasus dugaan suap.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron membenarkan OTT di Nganjuk. Ia menyebut OTT terkait lelang jabatan di sana.
“Diduga TPK (tindak pidana korupsi) dalam lelang jabatan,” kata Ghufron.
Berdasarkan informasi dihimpun, operasi ini merupakan kerja sama KPK dengan Polri dalam rangkaian pada Minggu (9/5) hingga Senin (10/5).
OTT Bupati Nganjuk Dipimpin Harun Al Rasyid, Penyelidik yang Tak Lulus Tes ASN
Namun di balik OTT tersebut, Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) yang menangani perkara itu adalah pegawai yang dinyatakan tak lulus dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) KPK yang merupakan syarat alih status pegawai menjadi ASN. Ia adalah Harun Al Rasyid.
“Harun Al Rasyid yang mimpin (OTT),” kata seorang sumber kumparan.
Harun merupakan Wakil Ketua dari Wadah Pegawai (WP) KPK, mendampingi Yudi Purnomo Harahap. Yudi juga merupakan salah satu yang tak lulus dalam TWK.
Harun merupakan pegawai yang sempat lolos seleksi awal calon pimpinan KPK 2019-2023 lalu, namun akhirnya tak lolos. Harun pernah menulis buku Fikih Korupsi Analisis Politik Uang di Indonesia dalam Perspektif Makashid al-Syariah.
Sebenarnya jejak Harun tidak hanya sebagai penyelidik KPK. Ia pernah mencalonkan diri sebagai calon pimpinan KPK dalam proses seleksi pada 2019. Ia sempat lolos tahap pertama.
Harun pun pernah membuat karya berupa buku berjudul ‘Fikih Korupsi Analisis Politik Uang di Indonesia dalam Perspektif Maqashid al-Syariah’. Buku itu merupakan hasil disertasi Harun saat menempuh S3 di bidang ilmu syariah di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Harun sekaligus menjadi salah satu pegawai yang menggugat hak angket DPR kepada KPK di Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2017.
Novi Rahman Hidayat, Bupati Ke-2 Nganjuk yang Terjaring OTT KPK
Novi Rahman merupakan Bupati Nganjuk periode 2018-2023. Ia memenangi Pilkada Nganjuk 2018 bersama Marhaen Djumadi.
Dalam Pilkada tersebut, Novi Rahman-Marhaen diusung PDIP, PKB dan Partai Hanura. Keduanya berhasil meraih 303.195 suara, mengalahkan paslon Siti Nurhayati-Bimantoro Wiyono dan Desy Natalia Widya-Ainul Yakin.
Berdasarkan situs Pemkab Nganjuk, Novi Rahman lahir di Nganjuk pada 2 April 1980. Ia merupakan lulusan sarjana di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Islam Blitar, pada 2005.
Kemudian, Novi melanjutkan pendidikan magister dengan mengambil Studi Magister Manajemen di Universitas Islam Kediri pada 2006.
Sebelum menjadi kepala daerah, Novi Rahman tercatat beberapa kali menduduki jabatan tinggi di perusahaan koperasi, properti, hingga kelapa sawit.
Berdasarkan beberapa pemberitaan, Novi Rahman ditunjuk sebagai Wakil Ketua DPW PKB Jawa Timur 2021-2026. Walau demikian, PKB membantah Novi merupakan kadernya.
PKB merujuk pengakuan Novi Rahman sebagai kader PDIP dalam sebuah video di YouTube saat acara Musyawarah Anak Cabang PDIP se-Nganjuk.
“Saya menyampaikan secara resmi dan secara yang sebenarnya bahwa saya ini kader PDI Perjuangan. Saya bukan kader partai lain,” kata Novi.
Ironisnya, Novi Rahman merupakan Bupati ke-2 Nganjuk yang terjaring OTT KPK. Sebelumnya, KPK pernah menangkap Bupati Nganjuk periode 2008-2013 dan 2013-2018, Taufiqurrahman, pada Oktober 2017.
Kasus yang menjerat Taufiqurrahman saat itu serupa dengan perkara yang diduga membelit Novi Rahman: jual beli jabatan.
Taufiqurrahman dinilai terbukti menerima suap untuk jabatan mulai level kepala sekolah jenjang SD, SMP, SMA, kepala bidang hingga setingkat kepala dinas. Suap yang diterima sebesar Rp 1,3 miliar.
Ketika itu, PDIP langsung memecat Taufiqurrahman. Atas perbuatannya, Taufiqurrahman divonis selama 7 tahun penjara dan hak politiknya dicabut selama 3 tahun setelah menjalani pidana pokok.
Ruangan Kasisub Mutasi BKD yang Disegel KPK-Bareskrim
Dalam OTT ini, ruangan Kasisub Mutasi Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Nganjuk disegel bertuliskan Bareskrim Polri.
Sekda Nganjuk Mokhammad Yasin mengaku tidak tahu menahu soal OTT Bupati Nganjuk. Dia juga tidak mengetahui ruangan mana selain Kasisub Mutasi BKD Nganjuk yang disegel.
“Saya secara pasti tidak tahu. Kabar dan bagaimana saya belum tahu,” ujar Yasin.
Yasin kemudian menunjukkan awak media ruangan Kasisub Mutasi Nganjuk yang disegel. Belum ada aktivitas penggeledahan di ruangan yang disegel itu.
Usai melihat ruangan di kantor BKD yang disegel, Yasin memastikan kondisi roda pemerintahan terus berjalan. “Ya semua harus seperti biasanya tetap bekerja,” kata dia.
KPK-Bareskrim Total Amankan 10 Orang
Plt juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan, dalam operasi senyap itu, total ada 10 orang berhasil diamankan.
“Sekitar 10 orang yang diamankan, di antaranya Kepala Daerah dan beberapa ASN di Pemkab Nganjuk,” kata Ali.
Ali menambahkan para pihak yang diamankan itu masih menjalani pemeriksaan di Polres Nganjuk. Status hukum mereka segera ditentukan.
Kepala BKD Diperiksa KPK-Polri: Ditanya Berkas SK Pelantikan
Tim penyidik gabungan KPK-Polri kemudian menyegel dan menggeledah ruangan Kasisub Mutasi BKD Nganjuk. Dalam penggeledahan selama satu jam itu, juga melibatkan Kepala BKD Nganjuk Adam Mujiharto dan Kepala Dinas Pendidikan Nganjuk Sopingi.
Sopingi ikut pemeriksaan dan penggeledahan itu karena dia merupakan mantan Kepala BKD Nganjuk sebelum Adam.
Adam mengatakan dia ditanya petugas Bareskrim Polri mengenai surat keputusan (SK) pelantikan. Namun ia tidak menjelaskan secara detail apa SK apa yag dimaksud.
“Cuma ditanya berkas saja, SK pelantikan saja. Tahun kemarin,” ungkap Adam.
Adam bersama kedua anak buahnya memasukkan tiga bundel berkas ke dalam mobil dinas dan langsung meninggalkan lokasi.
Lebih lanjut, terkait siapa saja yang diperiksa bersamanya, Adam mengaku tidak tahu. Yang jelas, kata Adam, ia hanya diperiksa bersama anak buahnya di ruang Subbidang Mutasi.
Kasus Suap Bupati Nganjuk Ditangani Bareskrim, KPK Supervisi
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan, hasil pemeriksaan awal penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menaikkan perkara ke tahap penyidikan.
Meski pada tahap penyelidikan dilakukan bersama-sama, penyidikan akan dilakukan oleh Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri.
“Untuk efektivitas, (kasus) dilanjutkan Dittipikor Bareskrim Polri, tentu KPK akan supervisi dan sinergi antar aparat penegak hukum terus dilakukan,” kata Lili.
Bareskrim Tetapkan Bupati Nganjuk Jadi Tersangka Kasus Dugaan Suap Ratusan Juta
Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, Brigjen Djoko Poerwanto, mengatakan usai gelar perkara, pihaknya menetapkan Novi Rahman sebagai tersangka bersama 6 orang lainnya.
Mereka ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap jual beli jabatan perangkat desa dan camat di Pemkab Nganjuk.
Berikut 7 tersangka yang ditetapkan:
Pihak penerima suap
- Bupati Nganjuk, Novi Rahman Hidayat
- Ajudan Bupati Nganjuk, M. Izza Muhtadin
Pihak pemberi suap
- Camat Pace, Dupriono
- Camat Tanjunganom dan Plt Camat Sukomoro, Edie Srijato
- Camat Berbek, Haryanto
- Camat Loceret, Bambang Subagio
- Eks Camat Sukomoro, Tri Basuki Widodo
“Penyidik Dit Tipidkor Bareskrim Polri telah melanjutkan proses penyelidikan tersebut ke tahap penyidikan dengan persangkaan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, Pasal 11 dan Pasal 12 B UU Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ujar Djoko.
Djoko tak menyebut berapa dugaan suap yang diterima Novi Rahman dalam perkara itu. Namun penyidik telah menyita barang bukti berupa uang senilai Rp 647 juta dari brankas pribadi Novi. Dalam sangkaannya, Novi Rahman juga dijerat pasal gratifikasi.
“Barang bukti yang sudah diperoleh uang tunai sebesar Rp. 647.900.000 dari brankas pribadi Bupati Nganjuk, 8 unit telepon genggam, dan 1 buah buku tabungan Bank Jatim a.n Tri Basuki Widodo,” papar dia.
Bupati Nganjuk Diduga Pasang Tarif Rp 10-15 Juta untuk Posisi Perangkat Desa
Kabareskrim, Komjen Agus Andrianto, menambahkan bahwa diduga ada tarif tertentu yang harus dibayarkan calon perangkat desa di Kabupaten Nganjuk.
“Informasi penyidik untuk di level perangkat desa antara Rp 10-15 juta, kemudian jabatan di atas itu sementara yang kita dapat ini Rp 150 juta,” ungkap Agus.
Menurut dia, keterangan itu didapat dari pemeriksaan awal setelah dilakukannya OTT. Ia menyebut perihal tarif jual beli jabatan itu masih mungkin untuk dikembangkan.
“Kemungkinan ini masih awal, kami akan lakukan pendalaman dan kembangkan,” ujar dia.
Sebab, dari bukti yang ditemukan saat OTT, terdapat uang yang jumlahnya hingga Rp 647,9 juta. Selain itu, turut disita pula 8 ponsel dan buku tabungan.