Indovoices.com –Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Pinangki Sirna Malasari 10 tahun penjara. Selain itu, Pinangki dihukum membayar denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa, pidana penjara 10 tahun dan denda Rp 600 juta,” kata Ketua Majelis Hakim Ignasius Eko Purwanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 8 Februari 2021.
Hakim menyatakan jaksa Pinangki terbukti menerima suap, melakukan pencucian uang dan melakukan pemufakatan jahat ihwal pengurusan fatwa Mahkamah Agung untuk Djoko Tjandra. Pinangki terbukti menerima duit US$ 500 ribu, lalu menggunakannya untuk membeli mobil, pembayaran apartemen dan operasi kecantikan di luar negeri.
Berikut ini adalah sejumlah hal mengenai vonis terhadap Pinangki.
1. Hukuman lebih berat dari tuntutan.
Hukuman yang dijatuhkan kepada Pinangki, yaitu 10 tahun penjara, serta denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan, lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Jaksa sebelumnya menuntut 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Hakim menilai tuntutan jaksa itu terlalu rendah dibandingkan dengan perbuatan yang dilakukan Pinangki.
2. Alasan hakim hukum berat Pinangki.
Ketua Majelis Hakim Ignasius Eko Purwanto menilai tuntutan jaksa terlalu rendah. Majelis hakim menilai hukuman 10 tahun penjara kepada Jaksa Pinangki di kasus Djoko Tjandra dianggap layak dan adil. Di lain sisi, hukuman itu dinilai sesuai dengan kadar kesalahan yang dilakukan oleh Pinangki dan tidak bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat.
Dalam menjatuhkan hukuman itu, hakim menyatakan keadaan yang memberatkan adalah Pinangki berstatus sebagai aparat penegak hukum. Pinangki dinilai juga berbelit-belit dalam memberikan keterangan serta tidak mengakui perbuatannya. Adapun pertimbangan hakim meringankan Pinangki ialah bersikap sopan selama persidangan. Selain itu, Pinangki Sirna Malasari juga berstatus tulang punggung keluarga, mempunyai tanggung jawab dan belum pernah dihukum.
3. Pinangki disebut biasa urus perkara.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Pinangki Sirna Malasari sering mengurus perkara. Hakim menyebut pengurusan perkara itu dilakukan bersama rekannya yang berprofesi advokat, Anita Kolopaking. Hal tersebut terungkap dalam pertimbangan amar putusan untuk Pinangki yang dibacakan hari ini.
“Dalam komunikasi chat dengan menggunakan aplikasi WhatsApp antara terdakwa dengan Anita Dewi Anggraeni Kolopaking dalam nomor urut 1 sampai dengan 14 tanggal 26 November 2019 pukul 6.13 pm-7.50 pm ditemukan percakapan Terdakwa dengan saksi Anita Dewi Anggraeni Kolopaking terkait grasi Annas Maamun,” ujar Hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 8 Februari 2021.
Annas merupakan eks Gubernur Riau yang pernah terjerat kasus korupsi terkait alih fungsi lahan. Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan grasi kepada Annas pada September 2019. Pemberian grasi membuat hukuman Annas dikurangi dari 7 tahun menjadi 6 tahun penjara.
Hakim menilai percakapan tentang grasi Annas Maamun membuktikan bahwa jaksa Pinangki biasa mengurus perkara dengan Anita Kolopaking. Sehingga, pengurusan fatwa bebas Mahkamah Agung untuk Djoko Tjandra (Joko Tjandra) bukan satu-satunya perkara yang pernah diutus oleh kedua orang itu.
4. King maker kasus Pinangki ada, tapi tidak terungkap.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyinggung sosok King Maker dalam amar putusan untuk Pinangki Sirna Malasari. Hakim menyatakan King Maker ada, tapi tak terungkap.
“Berdasarkan bukti elektronik berupa komunikasi chat menggunakan aplikasi WA yang isinya dibenarkan oleh terdakwa, saksi Anita Kolopaking, serta keterangan saksi Rahmat telah terbukti benar adanya sosok King Maker,” kata Anggota Majelis Hakim, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 8 Februari 2021.
Hakim menyatakan telah berupaya menggali sosok King Maker ini dengan menanyakannya kepada Anita dan Pinangki. Selain muncul di WA, hakim bilang istilah ini juga diperbincangkan oleh Pinangki, Anita, Rahmat dan Djoko Tjandra. “Namun tetap tidak terungkap di persidangan,” kata hakim.(msn)