Indovoices.com –Tersangka kasus korupsi benih lobster atau benur Edhy Prabowo membantah menyengsarakan nelayan. Edhy menyebut ekspor benur demi perekonomian negara.
“Apa pun yang harus dilakukan adalah bagaimana nelayan ini bisa hidup, dan sudah terbukti. Pertumbuhan di sektor kelautan dan perikanan masih positif,” kata Edhy usai pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Edhy mengeklaim selama menjabat selalu menerbitkan aturan yang menguntungkan nelayan benur. Salah satunya, menaikkan harga jual benur agar kesejahteraan nelayan makin baik.
“Peraturan pemerintah atau peraturan presiden harga lobster itu Rp250 per seribu ekor, dengan permen (peraturan menteri) yang baru ini minimal Rp1.000 per satu ekor, jadi kan ada pendapatan,” ujar Edhy.
Dia menyebut peraturan yang dibuat itu bisa membuat keuntungan negara dan nelayan meningkat dalam satu waktu. Edhy bantah aturan itu dibuat untuk ‘melicinkan’ upaya korupsinya.
Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka bersama enam orang lainnya. Sebanyak enam tersangka diduga menerima suap. Mereka adalah Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri dan Andreau Pribadi Misanta, pengurus PT ACK Siswadi, istri Staf Menteri KP Ainul Faqih, Amiril Mukminin, serta Edhy Prabowo.
Seorang tersangka diduga sebagai pemberi, yakni Direktur PT DPP Suharjito. Edhy diduga menerima Rp3,4 miliar dan US$100ribu dalam korupsi tersebut. Sebagian uang digunakan Edhy Prabowo untuk berbelanja bersama istri, Andreau, dan Safri ke Honolulu, Hawaii.
Diduga, ada monopoli yang dilakukan KKP dalam kasus ini. Sebab ekspor benih lobster hanya bisa dilakukan melalui PT ACK dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor.
Penerima dijerat Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pemberi dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.(msn)