Indovoices.com –Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra disebut menyiapkan Rp10 miliar bagi siapa pun yang mau membantunya masuk ke Indonesia untuk urus kepentingannya. Djoko sebelumnya mendapat status red notice dari Interpol.
“Terdakwa Djoko bersedia memberikan uang sebesar Rp10 miliar melalui (pengusaha) Tommy Sumardi untuk diberikan kepada pihak-pihak yang turut mengurus kepentingan terdakwa masuk ke Indonesia terutama kepada pejabat di NCB Interpol Indonesia pada Divisi Hubungan Internasional Polri,” kata jaksa penuntut umum di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat.
Tommy atas suruhan Djoko Tjandra menghubungi mantan Kepala Koordinasi dan Pengawasan (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetyo Utomo. Dia lalu diperkenalkannya dengan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte.
Pertemuan itu mengawali terjadinya kongkalikong oleh Tommy dan dua jenderal polisi tersebut. Tawar menawar uang pelicin dilakukan.
Akhirnya Napoleon dan Prasetyo secara bertahap memperoleh fulus atas menerbitkan surat penyampaian penghapusan Interpol red notice atas nama Djoko Soegiarto Tjandra. Isi surat itu menyatakan red notice telah terhapus dari basis data Interpol sejak 2014 atau setelah 5 tahun.
Fulus diterima keduanya sepanjang April hingga Mei 2020. Jika ditotal, kedua polisi tersebut menerima sekitar Rp8,3 miliar.
Napoleon menerima 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar, kurs 1 dolar Singapura = Rp10.700) dan US$270 ribu (sekitar Rp3,9 miliar, kurs US$1 = Rp14.700). Prasetyo diberikan US$150 ribu atau sekitar Rp2,2 miliar.
Akibat surat dari Divisi Hubungan Internasional Polri kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), status daftar pencarian orang (DPO) Djoko dihapus dari sistem Imigrasi. Djoko mampu mengajukan peninjauan kembali (PK) atas kasus hak tagih Bank Bali ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Juni 2020.(msn)