Indovoices.com –Pengamat hukum pasar modal Indra Safitri memandang kasus yang menjerat BPJS Ketenagakerjaan (BPJamsostek) bukan termasuk dalam tindak pidana korupsi. Sebab, kasus tersebut masuk dalam kategori penurunan nilai investasi (unrealized loss) yang diakibatkan oleh gejolak market di pasar modal.
“Nah inilah yang sebenarnya dalam konteks kerugian itu terpengaruhi yang terjadi di pasar. Dalam konteks pasar modalnya, kalau korupsi itu didefinisikan kerugian negara akibat tindak pidana apakah suap dan lainnya termasuk UU Tipikor pencucian uang,” ungkapnya dikutip dari Mediaindonesia.com, Selasa, 23 Februari 2021.
Indra menambahkan dalam kacamata hukum pasar modal dalam situasi unrealized loss ialah kerugian yang belum terjadi dalam kenyataan. Karena itu, kejadian tersebut belum menjadi suatu beban dalam konteks hukum.
“Jadi kalau negara misalnya BUMN merugi itu tentu kerugian investasi. Jadi kita liat keuntungan dan kerugian itu ada keseimbangan dalam konteks keuntungan kerugian. Kalau negara tidak mau rugi, ya jangan berinvestasi di pasar modal,” terang Indra.
Menurutnya kasus yang dihadapi BPJamsostek berbeda dengan Jiwasraya dan ASABRI. Terlebih, berkaca dari portofolio BPJamsostek sendiri, berisi saham-saham LQ45. Dengan kata lain, unrealized lossnya mengikuti kondisi naik dan turunnya pasar atau masih inline.
Sementara kalau Jiwasraya unrealized loss karena berisi saham-saham gorengan yang naik turunnya sangat volatile. Sebagai informasi saja, menurut data, Agustus-September 2020 BPJS-TK mengalami unrealized loss hingga mencapai Rp43 triliun. Lalu, pada akhir Desember 2020 angkanya turun menjadi Rp22,31 triliun, dan pada posisi Januari 2021 unrealized loss tinggal Rp14,42 triliun. Artinya, dapat dipastikan potensi kerugian bisa naik dan bisa turun, tergantung harga saham di pasar modal yang menjadi portofolio BPJamsostek.(msn)