Indovoices.com – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (Kepala BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suahasil Nazara menjelaskan tentang arah belanja Pemerintah dalam Kerangka Ekonomi Makro (KEM) dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (PPKF) Tahun 2020 dalam wawancara di kantor BKF pada Rabu, (17/07). Ia mengatakan bahwa cara melihat pembagian arah belanja dalam KEM PPKF ada yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga (K/L), non-K/L, dan Transfer ke Daerah. Selain itu, pembagian kategori belanja dapat dilakukan dengan klasifikasi belanja pegawai, belanja modal, belanja barang dan belanja sosial (bansos).
“Arah belanja itu isinya belanja yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga. Ada juga belanja yang tidak di satu Kementerian/Lembaga tertentu, istilahnya belanja non-K/L. Isinya belanja-belanja negara yang memang tidak di-assign ke satu K/L tetapi mesti dikeluarkan seperti pembayaran subsidi, pembayaran bunga utang. Subsidi dibagi lagi menjadi subsidi energi dan non-energi. Ada lagi belanja ke daerah seperti Transfer Daerah. Ada lagi cara melihat pembagian belanja yaitu belanja pegawai, belanja modal, belanja barang dan belanja sosial,” jelasnya.
Terkait belanja sosial, ia menjelaskan bahwa hal itu merupakan tanggungjawab Pemerintah dalam memberikan perlindungan sosial pada masyarakat yang tidak bisa mengikuti upgrade pembangunan dengan kecepatan yang sama seperti contohnya masyarakat miskin.
“Belanja sosial adalah belanja untuk memenuhi kewajiban Pemerintah memberikan perlindungan sosial untuk saudara-saudara kita yang tidak bisa mengikuti upgrade pembangunan dengan kecepatan yang sama (catch-up), contohnya masyarakat miskin,” jelasnya.
Bentuk perlindungan sosial dapat berupa perlindungan kesehatan seperti asuransi BPJS yang turut dikontribusikan sebagian oleh Pemerintah.
“Pertama perlindungan sosial untuk menjaga mereka (masyarakat miskin) supaya catch-up. Kedua, jenis perlindungan sosial untuk menjaga mereka kalau ada economic shock, mereka tidak amblas, fungsinya seperti jaring pengaman sosial seperti asuransi sosial BPJS,” terangnya.
Perlindungan sosial juga dapat berbentuk Kartu Prakerja dimana mindset awalnya adalah untuk catch-up dan sebagai jaring pengaman sosial.
“Kartu Prakerja ini waktu digulirkan pertama, mindsetnya, satu adalah untuk catch-up, satu untuk jaring pengaman sosial. Untuk catch-up dalam pengertian, ketika lulusan sekolah tamatan SMA ingin kerja, merasa tidak cukup untuk kualifikasi kerja, tanpa pengalaman, mereka bisa ikut pelatihan pra kerja. Jadi mereka tamatan SMA plus kursus tertentu, nanti diatur oleh Kementerian Ketenagakerjaan. Atau untuk yang sifatnya jaga-jaga. Udah kerja, untuk jaga-jaga, untuk jaring pengaman, dia ingin ikut kursus. Apalagi udah kerja, kena pecat, supaya bisa dapat kerja yang lebih baik, dia merasa perlu punya keahlian lain, itu juga bisa ikut (Pra Kerja). Oleh karena itu, Kementerian Tenaga Kerja sedang mengembangkan konsep up-scalling, re-skilling,” jelasnya. (kemenkeu)