Indovoices.com –Pandemi Covid-19 masih membelenggu Indonesia. Pandemi ini pun membuat pemerintah kembali merevisi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari 5,07% terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi 6,34% PDB.
Melihat perkembangan terkini, Menteri Keuangan periode 2013-2015 Muhammad Chatib Basri memprediksi kalau defisit fiskal bahkan bisa membengkak di kisaran 7% hingga 8% terhdap PDB di akhir tahun.
“Makanya, dalam kondisi ini, yang dibutuhkan adalah financing, extra budgetary support. Kita butuh sumber pembiayaan,” jelas Chatib dalam webinar yang diadakan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Indonesia Banking School (IBS).
Chatib memberikan imbauan terkait sumber pendanaan yang bisa dimanfaatkan pemerintah untuk menutup defisit fiskal. Pertama, dengan semakin mempertajam realokasi budget dengan membuat prioritas anggaran Kementerian/Lembaga (K/L) yang memang harus didahulukan.
Ia mengambil contoh dari sisi infrastruktur. Menurutnya, pemerintah bisa mempertimbangkan untuk pembangunan infrastruktur ditunda di tahun depan. Sementara di tahun ini, pemerintah bisa mengurangi anggaran pembangunan dan mengalihkannya untuk maintenance saja.
“Lalu juga pembelian barang-barang capital expenditure, perjalanan dinas K/L yang memang sekiranya bisa di cut, silakan di cut. Tapi saya yakin sekarang bu Sri Mulyani sudah memotong itu,” tambahnya.
Selain itu, pemerintah juga bisa menggunakan skema lain dalam menambal defisit, seperti menggunakan saldo anggaran lebih (SAL) pemerintah, dana abadi untuk kesehatan, serta Badan Layanan Umum (BLU).
Kedua, dengan menarik pinjaman dari domestik. Namun, ia melihat kalau berlebihan, maka bisa menimbulkan risiko crowding out. Ketiga, penerbitan global bond dan meminjam dana dari lembaga internasional seperti World Bank dan Asian Development Bank (ADB), dan lain-lain.
Keempat, dengan memanfaatkan perjanjian billateral swap yang sudah dimiliki Indonesia. Apalagi, Indonesia juga sudah memiliki perjanjian repo dengan The Fed senilai US$ 60 triliun, dan billateral swap dengan berbagai negara lain.
Dan terakhir, Bank Indonesia (BI) yang masuk ke pasar perdana untuk membeli SBN maupun SBSN pemerintah. (msn)