Oleh: Gurgur Manurung
Indovoices.com – Ketika saya masih kecil, kampung kami itu adalah hamparan luas. Di hamparan itulah kerbau, sapi dan kuda berkeliaran. Kerbau tiap sore dimasukkan kandang (bara ni horbo). Lembu dan kuda dibiarkan saja di ladang yang sangat luas. Kerbau atau kuda dibiarkan saja. Kuda dan lembu ditangkap ketika mau dijual saja. Masyarakat tau siapa pemiliknya karena kuda dan lembu hidup berkelompok. Satu pemilik, satu kelompok.
Kuda dan sapi hidup berkelompok berdasarkan pemilik. Timbul masalah ketika lembu dan sapi yang jantan beranjak besar. Kuda jantan dan lembu jantan bisa meninggalkan kelompoknya untuk mengejar kuda betina dan lembu betina. Perilaku kuda dan lembu mirip dalam hal “cinta”.
Ketika kuda jantan dan lembu jantan meninggalkan kelompoknya demi “cinta” muncullah konflik karena kuda jantan dan lembu jantan itu lupa pulang. Kuda jantan dan lembu jantan itu betah di kelompok baru mungkin untuk menjaga hasil perbuatannya.
Karena kuda jantan dan lembu jantan lupa pulang, maka pemilik kuda dan lembu yang baru merasa memiliki. Muncullah konflik manusia karena cinta “mati” kuda jantan dan kuda betina.
Biasanya, konflik manusia akibat “cinta” kuda jantan dan kuda betina biasanya diselesaikan dengan sumpah (manolon). Molo toho do lombum/hodam i, tolonma (kalau benar itu lembu atau kudamu, sumpahlah).
Suatu ketika, ayahku menasehati seseorang agar jangan berani bersumpah. Sebab, ayahku tak yakin itu lembu yang bersumpah itu. Sejak itulah, ayahku melarang kami bersumpah. Pesan itu selalu diulang-ulang. Jangan pernah bersumpah. Apalagi dalam hal keragu-raguan.
Itulah cerita konflik manusia akibat “cinta” kuda jantan dan lembu jantan yang lupa keluarga.
OMPUNGMU JUJUR
Masih cerita ternak lembu dan kuda di hamparan luas di kampung kami. Suatu ketika, ada pesanan lembu jantan dari Laguboti (Tobasa). Lembu jantan mau dipotong hendak pesta manulangi ( pesta adat karena beranak cucu).
Tetangga desa kami hendak menjual lembu jantannya. Para pemburu/penangkap sapi diuandang. Biasanya biaya penangkapan 1/4 dari nilai penjualan. Biasanya penangkap satu tim. Tim itu salah tangkap. Ketua tim mengatakan salah tangkap. Lembu itu dilepas, tetapi kakinya terjerat tali.
Pembeli dari Laguboti berkata, lembu ini saja. Karena belum tentu dapat ditangkap lembu sasaran. Pembeli takut karena pesta tinggal beberapa hari lagi.
Mereka sepakat, lembu itu saja yang dipotong ke pesta manulangi itu. Kepala desapun menanda tangani surat jalan lembu itu.
Ayahku protes, dan melapor kepada kepala desa kami. Kepala desa kami marah. Lalu, sidang (palolo raja). Ayahku menang, karena ketua tim penangkap berkata, ” pemilik lembu” yang hendak menjual itu jelas berkata salah tangkap. Karena pembeli mengatakan harus dapat maka dianggap itu lembunya. Kejujuran ompungmulah membuat tulangku menang kata mantan kades kami tahun 80an kepada mahasiswa KKN di desa kami saat ini. Betapa bangganya mahasiswa KKN itu ompungnya jujur. Sayapun teringat akan kejujuran ayahku dalam kehidupannya.
#gurmanpunyacerita